Apa lagi ini? Coba saja anda bayangkan apa hubungannya tempe dan insinyur? Gak
nyambung, bukan? Itu dia! Dua hal yang kedengarannya mustahil inilah
yang ternyata serba mungkin dalam sosok Benjamin Budiman, insinyur
komputer lulusan San Jose State University tahun 1987.

Begini ceritanya. Sekitar 25 tahun lalu, Ben yang arek Malang ini suka ngidam
tempe segar begitu tinggal di Amrik. “Tempe di Amerika (sering ditulis
tempeh) sering dicampur sama barley atau rice. Gak pas dengan lidah
orang Indonesia, ” ujarnya. Gara-gara itulah dia mulai bereksperimen
dengan pembuatan tempe segar untuk konsumsi sendiri. “Om saya, B. Limas
yang Ahli Jamur di IPB yang membantu saya mengerti proses ini,” tukasnya lagi.

Lambat laun, Ben yang sudah 20-an tahun menjadi programmer DB OS 2 di IBM
untuk mainframe computer ini semakin canggih membikin tempe sendiri.
Atas dorongan teman-teman dekat termasuk Persatuan Senior Indonesia
(PSI) dan Persatuan Indo Belanda (NESO), Ben mulai menjual tempenya di
bazar makanan masyarakat Indonesia di San Jose dan sekitarnya di awal
tahun 90-an. “Mulanya buat fun saja. Apalagi saya hobi masak,” ujarnya.

Main-main
itu ternyata berubah serius. Lewat industri rumahan, Ben memang sudah
mensuplai tempe sampai 300-san potong setiap bulannya ke dapur Marvell
Technology di Silicon Valley. Tahun lalu Ayung Sugianto, salah satu
chef di perusahaan milik orang Indonesia inilah yang memotivasi Ben
mendapatkan permit pabrik tempe.

Setelah lewat jalan berliku, akhirnya suami Claudia Budiman ini berhasil mendapatkan permit dari FDB (Food and Drug Bureau) Januari tahun ini. Makan waktu lama karena American concern dengan proses peragiannya. Menurut FDB, ini satu-satunya permit buat pabrik tempe di California Utara. “Kebanyakan tempe di pasaran home-based business”, terangnya.

Lewat
pengalaman, Ben menyimpulkan bahwa tempe yang enak, seperti Tempe
Malang yang terkenal itu, karena bahan dan suhu proses pembuatannya
yang sejuk (tidak terlalu panas dan terlalu dingin). “Menjaga citarasa,
saya justru memakai AC untuk mendinginkan tempe. Sekitar 70 Fahrenheit.
Lampu hanya sebagai penerang, bukan heater, ” ujarnya. Karena proses
itulah, tempe bikinan Ben ini dikenal orang sebagai tempe segar yang firm dan “wangi”.

Yang bikin asyik, Ben menawarkan Tempe Kit,
di mana orang bisa membikin tempe sendiri. Pelanggannya yang orang
Jepang dari New York suka sekali ide ini dan yang pasti tempenya memang
firm dan gurih digorengnya.

Dan tak kalah
penting, menghindari pegal linu, ayah dua anak ini memakai kedelai
organik yang sudah dikupas. “Ini tempe di Amerika. Kalau di Indonesia
kan labor intensive, diinjak-injak kaki, ” ujarnya berhumor.

Akhirnya, jangan termakan ulasan ini. Buktikan saja sendiri keakuratan dan presisi TEMPE INSINYUR! Click and Hit Enter di budimanfood.com. Ben punya impian harga tempe di Amrik bisa setara harga tahu. Thanks God for tempe is available in United States. (magenta )

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?31544

Klik Disini untuk Baca Artikel ini di Majalah Kabari Juli 2008 ( E-Magazine )

Mohon Memberi Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Photobucket