El Paso merupakan kota di negara bagian Texas, berbatasan dengan Meksiko. Naik mobil, Juarez hanya 10 menit dari El Paso. Di dekat airport kota perbatasan inilah terletak satu penjara imigrasi. Resminya bernama El Paso Service Processing Center. Ada sekitar 800 tahanan di sana, kebanyakan dari negeri sebelah. Dari telepon di barak penjara inilah mengalir kisah sejumlah warga Indonesia yang tertangkap ICE di Amerika Serikat. Bukan telepon koin, tapi harus beli kartu telepon dari penjara. Semua cerita asli dengan nama disamarkan.

HIKAYAT BURUH PABRIK PHILADELPHIA

Sabtu pagi para tahanan masih santai di Penjara Imigrasi El Paso. Tapi Anton, pria kelahiran Borneo sudah bersiap di dapur dengan seragam koki putih. Demi mengatasi stress, dia memilih menjadi relawan untuk bantu-bantu di sana. Hitung-hitung, karena bebas ngemil di dapur, berat badan yang turun 10 pounds jadi nambah. Di kitchen mau tidak mau dia harus berbahasa Inggris dengan tahanan lain dari berbagai bangsa. Upah kerja di dapur penjara tidak seberapa. Cuma sedolar sehari !

Anton merasa fasilitas El Paso lebih baik. Sering makan daging ayam. Ada kopi, teh dan susu. Kesehatannya diperhatikan. Di barak 7C ada 50 detainee. Ada vending machine soda dan snack, mesin cuci dan pengering tanpa koin. Ada meja pingpong dan catur dan 3 fasilitas telepon kartu. Juga ada walkman dan televisi berbahasa Spanyol dan Inggris. Tiap hari ia bisa keluar halaman. Bisa lihat matahari, main volley, football atau gym selama dua jam. Seminggu 4 hari bisa ke perpustakaan. Gak ada internet. Ada koran El Paso Times. Majalah Indo? … Hmm Kabari!

Tanpa terasa, tepat 18 Juni lalu satu tahun sudah Anton dipenjara. Dalam kegalauan, terbersit sosok Bill Gates, Setan dan Tuhan di kepalanya. Bill Gates konon pernah bilang, “Life is not fair, get used to it”. Anton merasa betapa hidupnya sungguh tidak fair. Tetapi, sulit buatnya untuk terbiasa, apalagi mengerti mengapa dia ditahan sekian lama. Penjara adalah penjara!

Pikiran Anton pun melayang pada hari-hari pertama di Amerika. Sesudah seminggu mendarat di JFK di awal 2006, Anton mendapat tawaran agen untuk bekerja di pabrik roti “Setan” di Philadelphia. “Semua orang Indo di Pila (sebutan lain kota Philadelphia-red) pasti tahu deh pabrik itu, “ katanya. Anton yang polos ketakutan menerima tawaran kerja itu. Tapi akhirnya pekerjaan mengaduk adonan roti itu disabetnya juga. Tiga minggu kemudian, dia melonjak kegirangan karena sudah pegang 600 dollar di tangan. “Ini sih gaji gue 6 bulan kerja di Indo”, ungkapnya.

Belum genap tiga bulan di Roti “Setan”, Anton sudah pede dengan keuangannya. Pemuda 33 tahun ini berhasil menggaet Ria, sesama pekerja asal Borneo di Philadelphia. ”Walaupun cuma dinner di McDonald, senangnya gak ketulungan. ” aku Anton.

Dua sejoli ini berusaha memburu lebih banyak dollar ke California. Ria kerja menjadi hostess di restoran Asia, dua jam dari Los Angeles. Sementara Anton menjadi kasir di 7 Eleven dekat restoran. Beberapa minggu gawe, Ria tidak betah. Keduanya berhenti. Selagi di California, pasangan yang mabuk cinta ini lalu honeymoon dulu berkeliling Hollywood, dari Universal Studio sampai Disneyland.

Dengan sisa dollar di tangan, Ria dan Anton memutuskan terbang kembali ke Philadelphia. Begitu tiba di Morris Street, mereka mulai kontak sana sini untuk kerja serabutan lagi. Anton sempat bekerja di pabrik daging dan bekerja lagi di 7 Eleven sebagai kasir. Sedangkan Ria bekerja di pabrik teh dan pemasok kebutuhan hospital, seperti thermometer. Gak betah. Lagi-lagi, Pabrik Roti ”Setan” menjadi ”juru selamat”. Ria lalu sempat sebentar bekerja dengan para setan .. eh Roti ”Setan”.

Keberatan ongkos hidup di kota Philadelphia, Anton dan Ria menerima saja tawaran kerja di Pabrik Plastik. Lokasinya di Pocono, 100 mil utara kota Philadelphia. Di kota pegunungan yang ramai turis di musim salju inilah, dua anak Indo ini mencari dollar. Ternyata, total ada 81 orang Indo di sana. ”Kerjaan kita ngepak dan nyusun botol-botol plastik di conveyer. Botolnya buat Shampoo Pantene Paris Hilton itu lho, ” jelas Ria terpisah.

Anton dan Ria mengaku mendapat income cukup di pabrik plastik itu. ”Kerja 12 jam setiap hari selama 6 hari kita berdua dapet $ 4000 per bulan., ” ujar Anton. Ngirit ongkos, Anton dan Ria tinggal serumah dengan 16 warga Indo lain! Pulang pergi kerja diantarjemput. ”Sukanya kalau sedang off, makan bersama di warung Indo, ” ungkap Anton.

Anton, Ria dan semua pekerja Indonesia lain bekerja tenang sekitar setengah tahun di pabrik plastik Pocono itu. Hari itu Senin pagi, 18 Juni 2007. Tiba-tiba ada pengumuman mengejutkan agar semua pekerja berkumpul. Pabrik plastik itu digrebek oleh puluhan petugas ICE berseragam biru tua dan agen FBI.

Tim buru sergap FBI dan ICE itu sudah siap dengan semua data pekerja, supervisor, agen, bahkan sopir antar jemput. Satu aparat berkata lantang, ”Kalian semua bekerja secara illegal. Visa anda visa turis. Itupun sudah overstay. Coba kalian tunjukkan paspor. Kalau tidak ada, coba jelaskan kepada petugas”.

Anton sangat shock dan sedih. Dia langsung terpukul begitu melihat Ria menangis dari kejauhan. Aparat negara itu lalu menggiring 81 orang Indonesia naik ke atas bis tahanan. Semuanya membisu. Tangannya dijerat borgol plastik. Bus tahanan itu punya dua sekat. Bagian muka perempuan, belakang lelaki. Bus tahanan itu melaju pelan ke Philadelphia. Dua jam yang menyiksa karena lapar dan bau menyengat dari WC di belakang bus.

Di kantor Imigrasi Philadelpia interogasi 81 tahanan asal Indonesia itu makan waktu dari pagi sampai jam 11 malam. Lama karena banyak tahanan ini tidak berbahasa Inggris. Sehari suntuk perut mereka diganjal tuna sandwich dan nasi kotak. Malam itu juga semua tahanan yang kecapekan itu dibagi dalam dua kelompok untuk ditransfer ke detention center lain. Itulah terakhir kali Anton dan Ria bertatapan muka. Keduanya hanya bisa berurai air mata. Anton diboyong bersama 35 tahanan lelaki lainnnya ke York County Jail. Sedangkan Ria dengan 13 tahanan perempuan lain dipindahkan ke satu penjara imigrasi di New Jersey.

Anton bolak balik transfer penjara. Seminggu di York County Jail, PA. Diterbangkan dengan pengawalan ketat ke Penjara Cornell. 20 hari di penjara New Mexico State itu, Anton dan 30-an tahanan Indo dikunjungi oleh Pak Konjen RI dari Houston. Ini melegakan Anton karena sempat menanyakan di mana gerangan Ria. Setidaknya pertemuan itu meredakan frustrasi Anton ketika collect call berulangkali berhari-hari dari York County Jail ke KJRI tidak diangkat. ”Herannya, sewaktu ada duit dan bisa beli kartu telepon untuk kontak KJRI, teleponnya diangkat, ” ungkapnya.

Dari Alberquerque Anton baru bisa menelpon adiknya dan mengabarkan keadaannya. Dia tidak berdaya karena kartu telepon seharga $ 10 hanya bertahan 4 menit jika dipakai menelpon Indonesia. ”Saya gak berani ngasi tahu mama. Dikira tidak tahu diri karena buru-buru memutus sambungan telpon, ” ujarnya.

Kemudian 30 tahanan Indonesia, termasuk Anton, ditransfer lagi ke Otero County, NM. Sejak di Otero, sebagian tahanan mulai dipulangkan. Sebagian lagi bebas dengan bond sebesar $7500 sampai $20 ribu. Sisanya, seperti Anton, berjuang mendapatkan hak tinggal di Pengadilan Imigrasi. Tiga bulan di Otero, Anton kemudian dipindah ke El Paso.

Sering berpindah penjara membuat surat-menyurat Anton dan Ria nyasar alamat. Ria pulang sukarela 19 September 2007. Naik Malaysia Airlines sendirian. Di telepon Anton titip salam rindu buat Ria yang sekarang tinggal di Denpasar.

”Anton …come on out,” seru supervisor dapur. Itu saatnya Anton stand by memberi jatah makanan diet. Ada antrian menu vegetarian, halal, kosher dan diabetes. Dia biasanya ngasih porsi lebih banyak untuk tahanan sesama Indonesia.

Anton bilang, ”Di penjara ini saya mulai percaya Tuhan”. Meski kadang berpikir, “Jangan-jangan nasib malang ini gara-gara kutukan Roti ”Setan” ”. (peter)

Nikmati juga Kabari Podcast di www.KabariNews.com/?31454

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?31513

Untuk melihat artikel imigrasi Amerika lainnya, Klik disini

Klik disini untuk baca artikel ini di majalah Kabari Juli 2008 ( E-Magazine )

Mohon Memberi Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Allan A Samson

Allan A. Samson Specialize di bidang Imigrasi Amerika

 Telp. 415 391 4949        Email : allan.samson@sbcglobal.net

atau Klik Video Disini