Sore itu langit mendung. Matahari yang seharusnya masih terlihat di atas garis horizon tertutup awan gelap. Angin kencang yang mengibarkan bendera warna-warni di tiang ratusan perahu yang bersandar, seakan membawa kabar : cuaca buruk. Dan Perkampungan Nelayan Cilincing pun muram.

Sodikin, 41 tahun, hanya termenung di pinggiran pantai. Matanya jauh memandang ke lautan yang tengah amuk. Ombak bergulung-gulung melemparkan berbagai benda ke tepian. Kaleng minuman, botol-botol plastik dan bermacam sampah yang entah datang dari mana. Sodikin abai, ia terus memandang ke arah lautan lepas sembari berharap cuaca membaik agar ia bisa melacak.

Sodikin bukanlah nelayan melainkan seorang pengumpul besi bekas. Orang menyebutnya pelacak atau lacak. Seperti nelayan, pekerjaan Sodikin juga mengandalkan cuaca. Dan sudah sepuluh hari ini ia tidak melacak karena cuaca buruk. Itu berarti, tidak ada susu untuk anaknya minggu ini. Sementara untuk menutupi kebutuhan lainnya, pria beranak satu ini mengandalkan utang dari warung. Sodikin yang asli Indramayu sudah empat tahun tinggal di Perkampungan Nelayan Cilincing. Ia mengontrak di salah satu ‘kompleks’ rumah petak yang padat dan sempit. Sebelumnya ia adalah seorang nelayan, tetapi kemudian perahunya dijual untuk suatu keperluan mendesak saat itu. Di sini, ia mengikuti jejak adiknya yang lebih dulu menjadi pelacak dan punya perahu sendiri. Dari seluruh penduduk perkampungan nelayan Cilincing, profesi pelacak tidak sebanyak nelayan. “Jumlahnya paling tiga puluh sampai lima puluh orang,” ungkap Sodikin yang mengajak ngobrol kami di atas perahu adiknya. Ada pelacak suruhan. Ada juga pelacak yang bekerja sendiri. Pelacak suruhan biasanya tak punya perahu sendiri, seluruhnya dimodali Bos, dari perahu sampai bahan bakar. Seluruh hasil lacakan pun diserahkan ke bos, sementara pelacak mendapatkan komisi. “Lain dengan pelacak sendiri, mereka biasanya punya perahu dan mengeluarkan modal sendiri saat melacak. Hasilnya juga bebas dijual kemana saja.” katanya lagi
Sodikin termasuk pelacak yang bekerja sendiri, ia dan adiknya yang punya perahu, beserta empat temannya bekerja dengan sistem bagi hasil, seluruh hasil lacakan dibagi sama rata setelah dipotong uang solar. Biasanya, pemilik perahu mendapatkan bagian lebih banyak.

MELACAK

Cara kerja mereka tergolong berbahaya dan mengundang resiko. Sebelum melacak, Sodikin biasanya dikontak oleh ABK (Anak Buah Kapal) atau kapten kapal dari atas kapal yang tengah berlayar ke pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. ABK atau kapten tersebut memberitahu bahwa ada barang atau besi bekas yang bisa mereka ambil. Dengan perahu kayu bermesin satu, para pelacak segera berlayar mendekati kapal dimaksud. Setelah merapat ke dinding kapal, para pelacak kemudian melempar tambang yang ujungnya berpengait. Kemudian dua atau tiga orang pelacak naik ke kapal menemui kapten kapal atau ABK yang mengontak mereka. Sisanya menunggu di perahu. Diatas kapal para pelacak mulai mengumpulkan segala barang bekas yang bisa diambil atau dibeli, seperti drum bekas oli, besi bekas, bahkan oli buangan mesin kapal. Setelah itu mereka bertransaksi dengan ABK atau kapten kapal. Setelah sepakat, barang-barang tersebut di pindahkan ke perahu menggunakan tambang atau dilempar begitu saja ke perahu mereka. “Harganya tergantung nego, kalau jumlahnya sedikit biasanya kami beli secara borongan, sementara kalau banyak kami beli kiloan, harganya sekitar dua ribu perkilo,” kata Sodikin. Hasil lacakan itu kemudian dijual lagi di darat dengan mengambil untung sekitar seribu sampai dua ribu rupiah perkilonya.

ILEGAL ATAU TIDAK?

Semua kegiatan melacak itu mereka lakukan secara tepat dan cepat. Karena saat proses melacak itu kapal dan perahu mereka sama dalam keadaan berjalan diatas laut. Mereka harus menyelesaikan pekerjaan mereka sebelum perahu masuk ke pelabuhan, jika terlambat mereka bisa ditangkap aparat keamanan dengan sangkaan merompak. Pekerjaan ini memang dekat dengan kriminal. Sodikin mengakui sendiri hal itu, “Ada juga pelacak yang nakal, mereka ‘seperti’ merompak kapal tersebut, membeli atau bahkan mempreteli barang kapal secara paksa, padahal ABK atau kapten kapal tidak mengijinkan.”
Mengapa dikatakan ‘seperti’ merompak? Sodikin menjelaskan, pelacak-pelacak nakal itu memang tidak merebut kapal beserta isinya seperti umumnya perompak. Melainkan hanya memaksa para ABK atau kapten kapal untuk menjual barang bekas kepada mereka. “Kadang kalau tidak barang bekas di kapal, mereka suka memaksa ABK atau kapten kapal untuk ‘ngada-ngadain’ sendiri” ungkapnya lagi. Sodikin mengaku bukan termasuk pelacak seperti itu. Ia punya kapal langganan sendiri dimana antara dia dan kapten kapal langganan sudah terjalin hubungan, sehingga transaksi berjalan lancar.
Ia juga mengaku tidak pernah berurusan dengan polisi terkait profesinya ini. “Sepanjang saya berniat baik mencari uang, saya yakin saya hasilnya pasti baik, tapi tetap saja saya hindari masuk pelabuhan, kalau sudah masuk kesana, pasti diproses(ditangkap-red) apapun alasannya.” kata pria bertumbuh gempal ini.
Bagi Sodikin profesi nelayan bukanlah profesi yang menjanjikan. Sodikin lebih memilih menjadi pelacak karena lebih menguntungkan. Berbeda dengan nelayan yang menggantungkan pada peruntungan. Keuntungan pelacak lebih bisa diprediksi jika dihitung dengan jumlah kapal masuk ke pelabuhan tanjung priok yang jumlahnya mencapai puluhan setiap hari. “Kalau tiga kapal saja dari puluhan kapal yang lewat kita bisa lacak, untungnya cukup lumayan.” katanya tanpa mau menyebutkan jumlah.
Kini, sudah sepuluh hari Sodikin tidak melacak. Kegiatannya praktis hanya ngobrol-ngobrol sembari membersihkan perahu adiknya. Pun demikian dengan nelayan atau pelacak lain. Cuaca yang buruk lebih dua pekan ini memaksa mereka tak melaut.
Nelayan dan pelacak adalah profesi yang menantang dan butuh keberanian tinggi. Semua rintangan seakan bisa mereka lalui. Tetapi akhirnya mereka harus takluk dengan satu hal, kekuatan alam.
Kini, Perkampungan Nelayan Cilincing sedang muram, semuram wajah para nelayan dan pelacak yang menunggu bersahabatnya cuaca. (yayat)

Untuk Share Artikel Ini, Silahkan Klik www.KabariNews.com/?2625

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini