Saat sedang manggung, nama depannya ditambah Ki, menjadi Ki Matthew
Cohen. Staf pengajar di Departemen Drama dan Teater Universitas Royal
Holloway London bernama lengkap Matthew Isaac Cohen ini memang dikenal
sebagai seorang dalang. Dalang Bule.

Meski bukan profesi utama, Ki Matthew Cohen sudah mendalang di mana-mana. Mulai dari Solo, Cirebon, Yogyakarta hingga ke negerinya sendiri di Inggris sana. Hebatnya lagi, dia bisa mendalang dengan berbagai bahasa dan logat, jangankan bahasa Kromo Hinggil Keraton Yogyakarta, dialek Cirebonan pun bisa 

Kuliah Di ISI Surakarta

Ki Matthew Cohen mendalami budaya Indonesia terutama wayang sejak pertengahan tahun 80-an. Ketika dia menjadi mahasiswa Harvard University program undergraduate dengan konsentrasi jurusan kebudayaan Asia. Dia mengaku tertarik mendalami kantung-kantung budaya di Asia Tenggara terutama Indonesia yang begitu kaya dan beragam.

Kemudian oleh dosen pembimbingnya yang juga seorang etnomusikologi, Ki Matthew Cohen diminta untuk belajar gamelan. Belakangan di masa akhir kuliahnya, dia bermain bersama kelompok gamelan The Boston Village Gamelan.

“Setelah lulus, saya mengajukan beasiswa Fullbright untuk belajar gamelan lebih dalam di Institut Seni Indonesia Surakarta. Aplikasi saya diterima dan saya mulai tinggal di Solo dari tahun 1988 sampai 1990,” ujarnya.

Kecintaannya terhadap gamelan dan wayang semakin bertambah. Selain belajar, selama kuliah dia juga mulai belajar mendalang. Akhirnya dia memutuskan mengambil program Doktor Antropologi Budaya Yale University dengan daerah penelitian di Cirebon, Jawa Barat.

Ki Matthew Cohen mengaku belajar banyak dari para seniman-seniman setempat untuk menggali pengetahuannya dalam seni wayang. Tak heran, Ki Matthew Cohen bukan cuma mengerti pakem wayang tapi juga paham filosofi wayang.

Tertarik Dengan Devi Dja

Minatnya sebenarnya tak terbatas hanya pada wayang atau gamelan, tapi juga pada tradisi art performance Indonesia, termasuk teater tradisi. Ketertarikannya itu akhirnya diwujudkan dalam buku berjudul “The Komedie Stamboel: Popular Theatre in Colonial Indonesia” terbitan Ohio University tahun 2006.

Bukan cuma itu saja, sejumlah penelitian Ki Matthew Cohen juga telah diterbitkan menjadi buku, antara lain “Demon Abduction:  A Wayang Ritual Drama from West Java” yang diterbitkan penerbit Lontar tahun 1998, serta sebuah artikel budaya hasil wawancaranya dengan almarhum WS Rendra pada tahun 1999.

Dalang yang satu ini memang sangat concern tentang perkembangan seni tradisi di Indonesia. Karena seni tradisi terutama sandiwara atau yang dikenal sebagai stamboel, justru tetap hidup meski pada jaman kolonialisme.

Jauh sebelum menulis buku “The Komedie Stamboel: Popular Theatre in Colonial Indonesia”, Ki Matthew Cohen tentu sudah belajar banyak tentang literatur seni tradisi Indonesia di jaman kolonial, tapi dirinya semakin tergugah ketika menyimak sosok Devi Dja.

Seperti diketahui Devi Dja merupakan penari yang pernah tinggal cukup lama di Amerika sehabis masa perang dunia kedua. Devi Dja pernah bermain dalam sejumlah film Hollywood baik sebagai koregrafer atau sebagai penari.

“Devi Dja adalah salah seorang yang paling populer dalam seni tradisi di akhir kolonial Indonesia. Dia menghabiskan 50 tahun terakhir hidupnya di Amerika Serikat. Saya tertarik dengan biografi dan karya seninya, juga dengan caranya menciptakan ruang untuk pertukaran dua budaya,” kata Ki Matthew Cohen.

Untuk mengapresiasinya, Ki Matthew Cohen menulis riwayat hidup Devi Dja dalam salah satu bab buku terbaru yang sedang dikerjakannya berjudul, “Performing Otherness: Java and Bali on International Stages, 1905-1952”. Rencananya akan terbit tahun 2010 oleh penerbit Palgrave Macmillan.

Sumber penulisan buku itu telah disusun sejak tahun 90-an dari berbagai sumber, termasuk perpustakaan Amerika dan Indonesia, “Saya juga bekonsultasi dan menyusun kutipan wawancara Devi Dja dengan orang-orang yang pernah dikenal beliau semasa beliau hidup,” tutur dalang yang juga pandai berbahasa Cirebon ini.

Ki Matthew Cohen tak menampik jasa besar Devi Dja dalam memperkenalkan gamelan ketika dia hidup di San Franciso Bay Area. “Dia merupakan tokoh yang cukup berpengaruh dan termasuk orang yang pertama mengenalkan Gamelan Bali pada khalayak Amerika,” katanya. Dia juga menambahkan, Devi Dja termasuk orang pertama yang punya pengaruh besar atas migrasi orang Indonesia ke San Francisco mulai dekade 50-an.

Kini kesibukan Ki Matthew Cohen adalah sebagai staf pengajar senior di Departemen Drama dan Teater, Royal Holloway University of London, Inggris. Selain mengajar, menulis buku, Ki Matthew Cohen masih kerap bolak-balik ke Indonesia untuk mendalang.

Bukti dirinya piawai berdalang karena dirinya mengaku belajar langsung dari para dalang-dalang senior seperti Ki Blacius Subono, Ki Joko Susilo dan Ki Oemartopo. Alhasil dia menguasai seni pedalangan dengan gaya Solo, Yogyakarta maupun Cirebon. Atas perhatiannya kepada seni wayang, maka pada bulan Juni kemarin, dirinya mendapat gelar Keraton “Ki Ngabehi” dari Keraton Cirebon. (yayat)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?34269

Untuk melihat Berita Indonesia / Profil lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :