Ada pepatah mengatakan batu pun akan berlubang jika ditetesi air
terus menerus. Pepatah yang bisa dimaknai bahwa apapun dapat diraih
jika dilakukan dengan giat dan kerja keras. Tak terkecuali bagi Taufik,
Profesor yang menjadi pengajar di Cal Poly State University,
California, Amerika Serikat.

Profesor muda kelahiran
Jakarta, 13 September 1969 yang lebih senang dipanggil ‘Mas’ daripada
‘Prof’ oleh Kabari ini, bercerita bagaimana kerja keras dan disiplin
membuatnya meraih jenjang seperti sekarang. Sekedar catatan, Taufik tak
pernah mau disebut orang sukses. Sampai detik ini dia masih merasa
perlu belajar banyak hal kepada banyak orang, itu alasannya.

Besar dan lahir di daerah yang dulu dikenal sebagai daerah ‘bronx’-nya Jakarta, Tanjung Priok, semenjak SD hingga SMA Taufik
justru selalu menjadi bintang kelas. Meski sejak SD menyukai pelajaran
ilmu eksakta, dia sebetulnya punya cita-cita jadi tentara, “Dulu saya
bercita-cita jadi tentara, Maklum, saya sekolah di SD yang dikelola
oleh dan berlokasi di asrama Arhanud (Artileri Pertahananan Udara-red),
jadi teman saya hampir semua anaknya tentara, dan setiap hari saya
melihat tentara,” ujarnya.

Ketika menginjak bangku SMA, dia memutuskan pilihan mengambil jurusan A1 (Fisika).
Dari situlah dirinya mulai berpikir untuk menjadi insinyur. Terbukti
‘jalur’ yang dipilihnya tepat karena bertahun-tahun kemudian, anak
Priok itu sekarang sudah berlabuh di Amerika Serikat dengan segenap
titel pendidikan yang membanggakan.

Selalu Mendapat Beasiswa
Seperti
telah disebutkan, orang yang mau bekerja keras pasti akan diberikan
banyak jalan. Demikian pula yang dialami Taufik. Lulus dari SMA Negeri
13 dengan predikat terbaik satu angkatan, dia kemudian mendapat
beasiswa melanjutkan kuliah di Northern Arizona University tahun 1989.
“Waktu itu saya mendapat kesempatan beasiswa dari Pemerintah,
Alhamdulillah inilah kesempatan pertama saya belajar di luar negeri.”
kata Taufik. Tahun 1993 gelar Bachelor in Science pun dia rengkuh dengan predikat Cum Laude.

“Jika
sudah lulus sarjana di Amerika, sayang sekali jika tak melanjutkan ke
jenjang S2 dan S3, maka saya akhirnya memutuskan untuk meneruskan
kuliah lagi.” imbuhnya.

Pria yang mengagumi petinju
Muhammad Ali ini kemudian menambahkan, “Dan kalau belajar S2 atau S3 di
Amerika pakai biaya atau bayar, rugi sekali, terutama untuk orang-orang
perantauan seperti kita. Sebaiknya cari beasiswa, banyak disediakan
kok.” ungkapnya.

Untuk meraih gelar Master,
Taufik kemudian diterima di University Illinois Of Chichago. Menurut
Taufik, ada sedikit beda pemahaman beasiswa di Amerika dan di Indonesia
terutama dalam implementasi. “Kalau di Indonesia mungkin tahunya kuliah
gratis atau dibayari, kalau di sini, kebanyakan ada imbal baliknya.
Jadi kita dibayari oleh universitas tersebut tapi kita juga bekerja
disana, misalnya sebagai tenaga laboratorium, dan tentu saja digaji,
meski tak besar.” kata Taufik yang mengaku sempat bekerja sebagai
tenaga IT di universitas yang memberinya beasiswa.

Tahun 1995 Taufik menggenapi gelarnya menjadi Master Of Science
dari University Illinois Of Chicago. Selama menempuh pendidikan di
Amerika, Taufik mengaku tak lupa bergaul dan bersosialisasi, “Kenal
sama orang banyak justru sangat menunjang kesempatan dan karier kita ke
depan.” ujar Taufik sembari tersenyum. Maka tak heran kalau dia
mendapat bermacam penghargaan dari civitasnya, diantaranya Most Friendly Professor tahun 2008-2009, Professor With Best Class Projects dan Most Humorous Professor pada tahun 2007-2008.

Usai meraih gelar Master, Taufik lalu mengambil program Doktor dengan konsentrasi program Electrical Engineering.
Kali ini Taufik mendapat beasiswa dari Cleveland State University.
Selama mengambil gelar Doktor, Taufik juga sudah mulai bekerja sebagai
konsultan teknik di beberapa perusahaan. Bahkan dia sempat bekerja
selama satu tahun sebagai Engineer di Allen-Bradley, sebuah perusahaan besar yang bergerak dibidang automation industry dengan jumlah karyawan mencapai kurang lebih 10.000 orang.

Sementara program Doktor Electrical Engineering
itu diselesaikan tahun 1999. Selepas meraih gelar Doktor, Taufik mulai
bekerja di beberapa perusahaan. Semuanya bergerak di bidang Engineering. Seperti di Rantec Power, San Diego Gas & Electric, dan di APD Semiconductor. Dia juga sering mendapatkan program hibah dalam beberapa penelitian.

Sekarang,
dengan gelar Professornya pria yang kini hidup bahagia bersama istri
dan dua anaknya, menjawab antusias ketika ditanya keinginan mengajar di
Indonesia. “Selalu. Saya ingin sekali sewaktu-waktu bisa mengambil sabbatical
dari kampus saya untuk mengajar di Indonesia. Demikian pula untuk
berkarir di jenjang akademis, kalau ada kesempatan yang sesuai saya
ingin mencoba menjadi dekan atau pun rektor.” tandas anak ketiga dari
enam bersaudara anak pasangan Alm. H. O. Sanusi asal Pandeglang dan Ibu
Hj. Sumarlik asal Surabaya ini.

Sejak Agustus 1999 hingga
saat ini, Taufik bekerja sebagai dosen di Cal Poly State University dan
mengajar bermacam bidang ilmu eletronik, diantaranya Power Electronics Design, Modeling and Simulation of Power Converters, Control Systems dan Motor Drives.
Jadwal ajar Taufik bisa dilihat lengkap dengan jam dan ruang belajarnya
di situs resmi Cal Poly State University. Kelak, mungkin hal serupa
terjadi di salah satu universitas di Indonesia.

Photobucket

Bosan Ditanya Beasiswa, Bikin Buku

Barangkali
karena selama kuliah selalu mendapat beasiswa, banyak kawan-kawannya
yang kemudian bertanya bagaimana cara dapat beasiswa di Amerika.
“Pertama-tama, satu dua pertanyaan bisa saya jawab langsung, tapi
lama-lama makin banyak yang tanya. Akhirnya terpikir oleh saya untuk
membuat semacam buku panduan.” ungkap Taufik.

Tak ada
tujuan mencari untung, Taufik kemudian menulis buku berjudul “Beasiswa
Kuliah Di Amerika Serikat” yang diterbitkan PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung tahun 2007. “Saya merasakan bahwa sangat sedikit sekali
informasi soal beasiswa di Amerika yang bisa diakses pelajar-pelajar
Indonesia, padahal peminatnya banyak sekali.” ujarnya.

Taufik
mengaku mempersiapkan buku itu selama satu tahun. Buku itu memang
terbilang komplit. Mulai dari pembahasan mengapa kuliah di Amerika,
hingga strategi mendapatkan beasiswa. Tak hanya itu, dalam buku setebal
124 halaman, Taufik juga menulis banyak keterangan yang sangat
bermanfaat, misalnya mengenal tipe-tipe perguruan di Amerika, tipe-tipe
beasiswa, dan sebagainya. Buku tersebut sampai kini masih tersedia di
toko buku dengan harga jual Rp 24.000.

Kenapa merasa
sangat perlu membuat buku seperti itu? Taufik menjawab enteng, “Biar
pelajar-pelajar Indonesia tidak kalah taktik dengan pelajar negara lain
dalam mencari beasiswa di Amerika.” kata pria yang juga memegang hak
paten ”System Method and Apparatus for a Multi-Phase DC-to-DC Converter” bersama tiga rekannya.

Apa
yang tampak sepele, seperti yang dilakukan Taufik dengan bukunya,
sesungguhnya merupakan sesuatu yang berguna buat kebanyakan orang.
Terutama bagi mereka yang menggantung cita-cita setinggi langit dengan
mengejar pendidikan di Amerika. Tak terbayangkan bukan? Jika salah satu
mahasiswa Indonesia bisa berangkat dan mendapat beasiswa ke Amerika,
ternyata sedikit banyak setelah membaca ‘trik’ dalam buku Taufik.

Taufik
dengan segala kerendahan hatinya, telah membuktikan bahwa di jaman yang
sekarang disebut dunia datar ini, pengetahuan adalah kekuatan.(foto: dok pribadi)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?33670

Untuk melihat Berita Amerika / Amerika / Profiles lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :