Ia bukan berangkat dari
keluarga berkecukupan. Lahir di Tasikmalaya, masa kecilnya dihabiskan
sebagaimana anak kampung lainnnya. Main layangan, menangkap belut, main
bola, main kelereng, mengaji di Musholla kampung atau sekedar berlarian
di sawah. Tapi itulah yang membuatnya bangga. Baginya, justru dari
sanalah ia banyak belajar mengenai nilai-nilai kearifan. Pengalaman
bersahaja masa kecil itu kemudian ia sebut sebagai karunia dari Allah SWT.

Berbincang dengan Chand Parwez Servia, bos Starvision Plus, sebuah production house
di Jakarta, seolah kita diajak ke masa kecilnya yang indah dan
sederhana. Ia juga mengaku gila nonton film, apalagi sejak kakaknya
membuka bisnis bioskop di Tasikmalaya, hampir saban hari ia menonton
film di bioskop kakaknya itu. “Saya sampai hafal dialog-dialognya, dan
saya belajar bahasa Hindi justru dari film-film India yang saya
tonton.” katanya mengenang.

Lahir dari keluarga muslim
yang taat, Parwez kecil justru termasuk anak yang nakal. Namun dari
semua saudaranya, Parwez terbilang memiliki otak paling encer. Ia cepat
menerima pelajaran dan selalu juara kelas sejak kelas empat SD.
Menginjak bangku SMA, kegilaannya pada film membuatnya ‘tercebur’ semakin jauh. Kelas dua SMA
dia sudah memegang lima bioskop sekaligus. Dan karena dasar berotak
cerdas, meski sibuk mengurusi bioskop ia masih sanggup menyeleasikan
kuliahnya di IPB serta menyabet gelar Insinyur. Bahkan pada tahun 1981 ia sempat menjadi asisten Dosen di IPB
dan menjadi salah satu pendiri Fakultas Pertanian Universitas Swadaya
Gunung Jati, Cirebon, pada tahun 1983. “Tapi panggilan jiwa saya memang
di film, kemanapun saya melangkah, perfilman selalu menyeret saya
kembali.” katanya berbinar. Selama kurun waktu 1980-an, bioskop Bandung Theatre miliknya menyabet tiga kali penghargaan Malidar Hadiyuwono sebagai bioskop yang paling sering memutar film Indoensia di ajang Festival Film Indonesia (FFI).

Pertengahan
tahun 1985 ia mendirikan PT. Kharisma Jabar Film di Bandung. Dan dari
Kharisma Jabar Film inilah lahir film fenomenal di masa itu, Si Kabayan Saba Kota yang diperankan Didi Petet. Film ini berhasil menyabet penghargaan film komedi terbaik FFI 1989. Selanjutanya ia juga memproduksi Kabayan Mencari Jodoh yang terkenal dengan tokoh Glenn Kemon-nya.

Sebelumnya, tahun 1987 ia menggagas ajang Festival Film Bandung (FFB). Meski waktu itu, Menteri Penerangan Harmoko menetapkan FFI sebagai satu-satunya festival film yang ‘sah’ dan ‘diakui’ pemerintah, FFB jalan terus dan sekarang malah menjadi festival film ‘independen’ yang lumayan kondang.

Sukses film Si Kabayan Saba Kota
semakin meyakinkan dirinya bahwa bisnis perfilman merupakan panggilan
jiwanya. Sayang, ketika sedang semangat-semangatnya, industri film saat
itu kemudian malah terpuruk digantikan dengan booming
televisi swasta dan sinetron. Tapi Parwez tak pernah putus asa, ia
menjawab tantangan bisnis itu dengan mendirikan PT. Kharisma Starvison
Plus. “Saya menyadari betul pada masa itu, perfilman kita lagi mati
suri dan bisnis pertelevisians sedang bangkit, maka dibukalah PT.
Kharisma Starvison Plus di Jakarta pada tahun 1995.” ujar pria yang
senang joging dan berenang ini.
Starvison Plus kemudian memproduksi
puluhan judul sinetron di televisi termasuk reality show “Spontan” yang
cukup ngetop. “Dalam hidup, kita selalu diminta saling mengingatkan
dalam kebaikan, Nah karena saya hidup di industri film, saya selalu
berusaha menyampaikan pesan moral lewat tayangan-tayangan yang dibuat
Starvision.” ujarnya lagi. Disela obrolan hangat, sekali lagi Parwez
mensyukuri kehidupan masa kecilnya yang yang bersahaja dan dekat dengan
orang-orang kampung.
Di Starvision, Parwez pun memimpin dengan
bersahaja. Ia dikenal dengan dekat karyawannya dan tak mau terlalu
mencampuri proses kreatif sebuah produksi. “Memang pemilihan naskah,
sutradara dan bintang-bintang utama harus melalui pertimbangan saya
sebagai produser, namun ketika sudah sampai proses produksi saya
serahkan semuanya kepada sutradara dan tim kreatif, saya hanya
mensupervisi saja dari belakang.” lanjutnya.
Memang dasarnya orang
film, tangan Parwez mulai gatal memproduksi film lagi. Saat muncul
momentum kebangkitan film nasional era 2000-an, ia segera melempar film
“Reinkarnasi” kemudian “Kafir (Satanic)” yang mendapat apresiasi cukup
tinggi dari penonton, lalu “Soul” dan “Virgin”. Film “Virgin” sendiri
adalah film Indonesia pertama yang diputar di bioskop-bioskop India
pada tahun 2006.
Energinya sebagai produser, pemimpin perusahaan,
dan ayah dari dua orang anak, seolah tak pernah habis. Ia terus
mencetak film-film hits, seperti “Heart” dan “Get Married” yang
dimainkan artis berbakat Nirina Zubir. “Get Merried” bahkan menyabet
dua piala FFI sekaligus pada tahun 2007.
Film-film
lainnya adalah, “17th”, “Bangku Kosong”, “Me Vs High Heels”, “Lantai
13”, “Peti Mati”, “Missing”, “Love is Cinta” dan masih banyak lagi.
Ketika
ditanya bagaimana ia bisa demikian produktif, Parwez menjawab “Saya
amat mencintai pekerjaan ini, rasa cinta pekerjaanlah yang membuat saya
bisa terus berkarya dan berkarya.”
Tahun 2008 Starvision berencana
melempar 7 film, lima film sudah beredar yakni, “Extra Large”, “Tarix
Jabrix”, “Mengaku Rasul”, “Basahhh”, dan “Barbie3” yang baru launching
akhir September kemarin. “Bulan depan kami akan meluncurkan film
berjudul “Si Jago Merah” dilanjutkan dengan “Wanita yang berkalung
Sorban” pada akhir tahun.” paparnya. Starvision juga mematok target 7
film pada tahun 2009.
Ketika ia diminta menggambarkan dirinya
dalam sebuah kalimat, Parwez menjawab “Saya adalah orang yang masih
ingin terus belajar.”
Sosok Parwez bukanlah sosok ‘main-main’
dalam industri film Indonesia, meski kiprahnya selama hampir dua puluh
lima tahun nyaris tenggelam dibanding kemegahan nama-nama artis yang
justru ia bayar, Parwez jelas-jelas memberi kontribusi yang tak sedikit
bagi industri perfilman Indonesia.(yayat)

Nama : Chand Parwez Servia
Tempat, Tgl. Lahir : Tasikmalaya, 18 Februari 1959
Pendidikan : S1 Pertanian di Institut Pertanian Bogor
Organisasi :
1983-sekarang : Anggota Dewan Pembina Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI Pusat)
1984 : Pendiri Fakultas Pertanian Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
1985-sekarang : Ketua I Dewan Pengurus Daerah Jawa Barat Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (DPD GPBSI Jawa Barat)
1987-sekarang
: Pendiri, Ketua Pertama, dan terakhir Ketua Dewan Pembina Forum Film
Bandung sebagai Penyelenggara Festival Film Bandung
2004-2007 : Ketua Umum PPFI (Persatuan Perusahaan Film Indonesia)
2007-2010 ; Ketua yang Membidangi Peredaran Film & TV Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI)
Pekerjaan :
1. Direktur Utama PT KHARISMA STARVISION PLUS
2. Direktur Utama PT KHARISMA JABAR FILM

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?32011

Klik Disini untuk Baca Artikel ini di Majalah Kabari Oktober 2008 ( E-Magazine )

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Photobucket