KabariNews –  Prihatin dengan maraknya pungutan yang kerap diminta sekolah meski menerima program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) menyerukan kepada publik khususnya orangtua/wali murid, pegiat pendidikan dan media massa untuk bersama-sama mengkampanyekan penghentian pungutan liar di sekolah.

Dalam rilis persnya, Kamis, (30/10), Direktur YSKK, Suroto  mengatakan kesadaran dan ruang diskusi soal isu pendidikan perlu dibangun secara simultan agar publik yang memegang hak atas program BOS ini—khususnya murid, orangtua/wali murid—dapat melakukan kontrol terhadap implementasi program BOS di sekolahnya. “Dukungan para pegiat pendidikan dan media massa juga tak kalah penting untuk ikut mengawasi serta mendorong transparansi dan akuntabilitas terhadap program nasional ini” kata dia.

Program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sejatinya digagas untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar sembilan tahun mulai SD hingga SMP, dan memperluas akses pendidikan. Dengan program ini, berbagai pungutan, seperti tercantum di dalam Permendikbud Nomor 101 tahun 2013 diharapkan berkurang bahkan ditiadakan.

“Di Indonesia, jumlah anak-anak usia sekolah yang putus sekolah ketika mengenyam pendidikan dasar masih tinggi. Berdasarkan data Kemendikbud 2010, terdapat sekitar 1.8 juta anak yang putus sekolah setiap tahun. Salah satu penyebab utamanya adalah faktor ekonomi,” papar Suroto tentang pentingnya manfaat dana BOS untuk memperluas akses pendidikan bagi anak usia sekolah. Menurutnya, dana BOS seharusnya menghapuskan berbagai pungutan dan menjadi penyelamat bagi para pelajar miskin di tingkat pendidikan dasar baik di sekolah negeri maupun swasta.

Namun sejak diterbitkannya Permendikbud Nomor 44 tahun 2012 mengenai Pungutan dan Sumbangan, banyak sekolah menginterpretasikan keputusan pemerintah ini sebagai legitimasi pungutan pendidikan meski sekolah sudah menerima dana BOS. “Banyak sekoah yang menerima dana BOS dari pemerintah justru menafsirkan Permendikbud sebagai ‘senjata’ untuk melegalkan pungutan kepada orangtua/murid,” ujarnya. Padahal, di dalam peraturan tersebut dijelaskan secara gamblang mengenai pengertian sumbangan dan pungutan. Berbagai jenis pungutan yang diibebankan kepada orang tua siswa antara lain berbentuk uang pendaftaran, bangunan, seragam sekolah dan olahraga, pengadaan komputer, dan lain sebagainya.

Selain salah diartikan, menurut Suroto, pungutan oleh penyelenggara pendidikan juga bertentangan dengan UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Pasal 11 ayat (2), yang mencantumkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. YSKK yakin bahwa peran serta pro-aktif masyarakat dalam membangun pendidikan akan dapat mewujudkan masyarakat yang cerdas dan berkepribadian. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?72208

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :