Papan nama Union Makes Strenght di depan pintu gerbang lapangan yang terletak di Pinangsia, Jakarta Barat memang sudah tidak ada. Namun anak-anak berseragam biru U-13 yang berlatih di lapangan hijau itu masih terlihat semangat menyepak bola. “Iya ini anak-anak sedang rutin latihan saja setiap sorenya” kata Mamit (Pengurus lapangan UMS) kepada kabarinews.com (4/5).

Lapangan yang berada di tengah-tengah permukiman penduduk ini usianya boleh dikatakan lebih tua dari mereka yang menyepak bola hari itu. Terbelit kasus sengketa tanah beberapa tahun lalu yang berimbas pada pencopotan papan namanya, lapangan yang berusia lebih dari 100 tahun ini banyak melahirkan pemain-pemain bintang sepakbola Indonesia pada masanya.

Ihkwal lapangan tua ini seperti yang dikutip dari Buku peringatan ulang tahun UMS 1905-2005, dulunya merupakan kebun singkong. Akan tetapi waktu sudah tidak ditanami kebun singkong lagi, pemiliknya lantas menyewakan kepada anak-anak Tiong Hoa Hwee Koan untuk dijadikan sebagai tempat latihan sampai tahun 1912. Seorang tuan tanah Betawi yang bernama Haji Manaf dengan senang hati menyewakan tanahnya ke UMS mulai tahun 1913.

UMS yang menyewakan tanah itu didirikan pada tanggal 15 Desember 1905 oleh Song Chong Sin. Nama UMS ini merupakan nama kedua karena awalnya bernama Tionghoa Oen Tong Hwee (THOTH). Pada awalnya THOTH ini hanya mengutamakan cabang atletik saja, akan tetapi dalam perkembangannya karena semakin besarnya jumlahnya, THOTH melebarkan sayap ke sepakbola, bola sodok atau billiard dan tenis. Banyak anggotanya berasal dari etnis Tionghoa dan markasnya sejak didirikan terletak di lapangan petaksinkian sampai sekarang. “Orang-orang Tionghoa bermain bola salah satunya adalah untuk menyalurkan hobinya dalam bermain bola, maka tidak heran UMS ini pun berdiri karena mereka-mereka para pendahulunya mempunyai hobi yang sama”kata Singgih Mulyono (Ketua Umum UMS) beberapa waktu yang lalu.

Singgih mengatakan pada awal-awalnya UMS berdiri cabang atletik, misalnya lari pernah dikembangkan, dan banyak atlit-atlis atletik UMS berlaga dalam turnamen.Ada beberapa pelatih UMS, selain melatih untuk cabang sepakbola mereka juga melatih atlit-atlit di cabang atletik Namun cabang-cabang atletik, tennis dan cabang olahraga lainnya tidak dapat hidup subur dalam UMS.Seiring perkembangan zaman, cabang ini tidak seglamour sepakbola jadi seperti punuk merindukan bulan, pencapaian para atlitnya tidak “sementereng” prestasi yang diraih oleh para pemain sepakbolanya dan sedikit prestasi yang bisa diraih oleh atlit-atlit UMS

Melahirkan Banyak Pemain Bintang Sepakbola

Nah, berbicara soal prestasi sepakbolanya, nama-nama pemain bintang sepakbola Indonesia seperti Widodo C. Putro, Hadi Mulyadi, Surya Lesmana, dan Sony Kurniawan tidak bisa dilepaskan dari lapangan Petak Sinkian. “Mereka-mereka ini dulunya berlatih di lapangan UMS ini” ungkap Mamit. Surya Lesmana, kata Mamit, merupakan nama pemain sepakbola di era 1960 sampai 1970-an yang berhasil merumput ke klub sepakbola di luar negeri. Boleh dibilang, pemain yang lahir di Balaraja, Tangerang ini adalah salah satu pelopor pemain Indonesia yang merumput di luar negeri. Ia dikontrak sebagai pemain klub Mac Kinan Hongkong selama satu musim pada tahun 1974.

Sebelum berlaga di klub luar, Surya tercatat sebagai pemain tim nasional PSSI selama 10 tahun (1963-1972) dan Persija Jakarta selama 14 tahun (1962-1975). Dikenal sebagai pemain gelandang yang memiliki kemampuan menyerang atau pun bertahan, Surya Lesmana mengawali karir sepak bola di Klub Union Makes Strength (UMS) pada tahun 1958. Di bawah bimbingan pelatih Endang Witarsa (Lim Soen Joe) kemampuannya semakin terasah.

Selain Surya Lesmana, ada lagi Hadi Mulyadi atau Fan Tek Fong. Pada tahun 1960 Tek Fong diterima masuk UMS. Adalah seorang Endang Witarsa, pelatih legendaries UMS yang melihat bakat dan kemampuannya menyepak bola yang akhirnya memasukkan memasukkan Tek Fong ke UMS. Hampir bersamaan dengannya, masuk pula Surya Lesmana, Reni Salaki, Kwee Tik Liong, dan Yudo Hadianto. Tek Fong adalah satu dari sekian banyak murid terbaik Endang Witarsa. Ketika Endang dipercaya menjadi pelatih Persija Jakarta pada tahun 1963, Ia juga membawa Tek Fong untuk bergabung.

Tek Fong bersama dengan Soetjipto Suntoro, Taher Yusuf, dan Domingus Wawayae berhasil membawa Persija menjadi juara Perserikatan 1963. Tek Fong kemudian pindah ke klub Pardedetex Medan pada tahun 1969. Tek Fong bertahan selama delapan tahun di tim nasional. Ia tidak hanya membawa Persija Jakarta menjadi juara Perserikatan pada tahun 1963, akan tetapi juga ikut mempersembahkan empat gelar juara bagi tim nasional Indonesia, yaitu; King’s Cup 1968, Merdeka Games 1969, Anniversary Cup 1972, dan Pesta Sukan 1972.

Tak ketingalan nama Djamiat Dalhar, yang merupakan pemain pribumi pertama yang berhasil dirangkul untuk bergabung sebagai pemain di UMS pada dekadee 1950-an. Hadirnya Djamiat dalam squad UMS juga sebagai pembuktian bahwa klub sepakbola ini bukanlah klub sepakbola yang ekslusif yang hanya etnis tionghoa saja yang dapat bergabung. Setelah itu UMS banyak merekrut pemain-pemain pribumi Bergabung dengan UMS sejak tahun 1950, pemain yang satu ini banyak dielu-elukan oleh para fanatik sepakbola ketika itu saat dia berlaga dalam banyak pertandigan. Berulangkali kali dia dipilih oleh Persija dan PSSI.

Kini seiring dengan waktu para bintang UMS banyak yang sudah tutup usia, namun setiap rabu dan sabtu, kata Mamit, jebolan UMS yang masih tersisa sering merumput di lapangan ini. Memang, usianya tak lagi muda alias mendekati uzur itupun hanya beberapa saja, “Mereka masih semangat ya hitung-hitung mengenang masa lalu sekaligus olahraga” kata dia. (1009)

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?65957

Untuk melihat artikel Amerika / Hobby lainnya, Klik di sini

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

asuransi-Kesehatan