yayasan galuh 1“Semua ini ada karena rasa sosial, orang sakit jiwa kami sembuhkan” kata itu dilontarkan oleh Suhanda Gendu (Ketua Yayasan Galuh) di tengah tetesan air yang jatuh dari langit-langit kantornya. Suasana kontradiktif disaat banyaknya penghargaan kemanusiaan yang menghiasi dinding kantor yayasan ini, atap plafon di atas Suhanda duduk terbuka menganga.

Hari itu hujan cukup deras turun di Sepatan, Bekasi. Saking derasnya hujan tak jarang membuat air hujan membanjiri kantor dimana reporter Kabarinews.com duduk bersama Suhanda. “Kemarin-kemarin sempat juga banjir masuk kesini” katanya. Hal ini masih mending jika dibandingkan dengan tempat seraya Suhanda menunjukkan sebuah ruangan dengan jendela teralis di selatan kantor.  “Disana bocor juga tapi kan kasihan orang yang ada disana, kebocoran” papar Suganda.

Ruangan yang ditunjuknya adalah tempat dimana hidup puluhan orang sakit jiwa yang butuh perhatian khusus. Perhatian khusus yang dimaksud Suhanda adalah mereka-mereka yang jiwanya masih  ‘liar’ dan butuh sebuah tempat khusus untuk menenangkannya. “Yang biasa dimasukkan di sana itu biasanya yang baru datang, daripada mereka menganggu yang lainnya lebih baik ditempatkan disana” katanya. Ruangan itu disekat, sengaja dibuat untuk memisahkan pasien perempuan dan laki-laki. Empat dinding berupa jeruji besi tak terlalu rapat demi memudahkan pengurus yayasan memantau pasien dari jauh. Setelah dirasa orang dalam ruangan itu ‘aman’ barulah dikeluarkan dan dibiarkan berbaur dengan mereka  yang ada di lingkungan yayasan.

Sejauh mata memandang dari balik kaca kantor, teriakan dan beragam polah dilakukan oleh mereka yang hidup disini, dari yang terdiam menatap kosong ke sudut salah satu dinding sampai yang bertingkah bak pendekar silat lengkap dengan gaya kuda-kudanya.  Ada pula terdengar samar nyanyian bercampur suara hujan dari lagu yang pernah populerkan di era 1990-an.

Yayasan Galuh tempat mereka hidup ini merupakan sedikit tempat dimana orang sakit mental bisa hidup dan dirawat. Yayasan berdiri berkat kepedulian sosial seorang jawara yang bernama Gendu Latif di tahun 1980-an yang tak tega melihat orang gila diperlakukan semena-mena. Dia akhirnya membawa dan  merawat orang gila tersebut kerumahnya di daerah Poncol, Bekasi Timur. Lama-kelamaan, sejak itu  Gendu Latif dikenal mampu mengobati orang sakit jiwa. Dengan penuh kasih sayang, setiap orang sakit jiwa yang dia temui di jalan, dia bawa pulang dan dirawat.

Gendu melakukan semua itu bersama istri dan dibantu oleh beberapa tetangganya. Dengan dana yang disokong dari usaha delmannya, baru pada tahun 1994, Baba Gendu membentuk sebuah yayasan bernama “Galuh” singkatan dari “Gagasan Leluhur”. Tahun 2005, rumah Baba Gendu tak sanggup lagi menampung pasien sakit jiwa yang membludak. Akhirnya mereka membeli sebidang tanah seluas 1.600 meter persegi dan pindah ke lokasi.

 Menjaga Warisan Gendu Latif

Setelah Gendu Latif menghadap sang Pencipta  beberapa tahun yang lalu, ditanah yang dibelinya tujuh tahun silam warisan kemanusiaannya diturunkan oleh salah seorang putranya, Suhanda Gendu. Di tangannya yayasan ini terus  berupaya melaksanakan wasiat dari  sang bapak. “Bapak itu besar rasa kepedulian sosialnya dan  yayasan inilah wasiatnya, saya beserta yang lainnya harus menjaganya, bagaimana pun juga mereka adalah manusia juga” tegas Suhanda yang menambahkan pasiennya disini tak hanya datang dari wilayah sekitar melainkan juga dari luar daerah.

Memang diakuinya tak mudah menjaga warisan ini, selain diliputi sarana yang terbatas, menangani orang-orang dengan gangguan mental tak semudah membalik telapak tangan dan butuh rasa sabar yang esktra. “Coba misalnya, ada yang buang air besar sembarangan tempat, atau yang, melempar barang kesana kemari  kalau tak ada rasa sabar mana bisa kita menanganinya” ungkap Suhanda

Yayasan GaluhSuhanda mengatakan kesabaran, perhatian dan pendekatan itulah kunci membuat kurang lebih 300 orang dengan penyakit mental di yayasan ini bisa sembuh nantinya. ‘”jangan dihadapi dengan amarah, karena orang-orang seperti ini jelas terkadang emosinya lebih tinggi daripada kita yang tidak sakit” sambungnya. Suhanda pun tak memungkiri banyak mereka yang telah pulih mentalnya. Salah satu cara penyembuhannya adalah dengan memberi mereka banyak kegiatan. “kegiatannya bisa apa saja mulai dari bantu-bantu melakukan tugas-tugas kecil kepada pasien, misalnya menyapu atau mencuci piring supaya menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa  tanggung jawab pasien terhadap lingkungannya, orang sembuh disini bukan oleh obat. Obat hanya untuk menenangkan misalnya untuk tidur” katanya.

Namun kepulihannya pun, kata Suhanda, itu tergantung ada yang cepat dan lama. “Kita hanya mencoba menyembuhkan saja, soal waktunya itu kuasa dari Tuhan Yang Maha Esa” ujar Suhanda. Namun biasanya gejala orang itu akan sembuh akan nampak jika orang sakit mental tersebut sudah dapat berinteraksi. “Ya sekedar memberi salam kepada kita, itu pertanda yang bagus” kata Suhanda. Nah, jika sudah sembuh  mereka akan dikembalikan kepada keluarganya. Itu pun, kata Suhanda, jika ada yang mau menampungnya lagi. Tak jarang, banyak juga yang menolaknya dan untuk kasus seperti ini yayasan mencoba mencari jalan keluarnya. Salah satunya adalah dengan memberi mereka pekerjaan di yayasan sebagai karyawan dengan penghasilan yang mungkin kurang biaya hidupnya sebulan.

Kini, di lahan yang semakin terbatas dengan atap kantornya yang bocor,  Suhanda hanya bisa berharap seraya mengucap “Coba ada tanah satu hektar, bisa saya buat lahan pertanian, perkebunan, lapangan buat olahraga untuk kegiatan saya jamin banyak yang sembuh”pungkasnya. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?62277

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

greatpremium