Jon Masli, Wakil Ketua PHRI bidang Hubungan Internasional

Jon Masli, Wakil Ketua PHRI bidang Hubungan Internasional

ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau perdagangan bebas ASEAN diberlakukan pada 2015. Bagaimana kesiapan PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia) dalam menyambutnya? Simak bincang Kabari dengan Jon A Masli, Wakil Ketua PHRI bidang Hubungan Internasional.

Segala sektor usaha di Tanah Air, termasuk bidang pariwisata, terus meningkatkan kualitas diri untuk dapat bersaing dengan negara-negara sahabat di Asia Tenggara. Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI) bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pun aktif menciptakan terobosan yang tujuannya makin menggairahkan industri wisata. Sebagai salah satu mitra BPPI, PHRI juga bersemangat mendukung program-program pariwisata yang dapat menarik minat kunjung para wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan Nusantara (wisnus).

“PHRI sangat siap menghadapi AFTA 2015. Bisa dites,” ujar Jon A Masli kepada Kabari dengan nada berseloroh, namun bermakna serius. “Kalau kita jalan-jalan di Asia Tenggara seperti Thailand, Laos, dan Vietnam, saya berani bilang kalau sumber daya manusia (SDM) kita di hotel dan restoran sangat bisa bersaing. Mereka dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Belum lagi karakter orang kita yang ramah. Saya pe de (percaya diri—Red) sekali dalam hal ini.”

Dilanjutkannya, sebagai Wakil Ketua PHRI bidang Hubungan Luar Negeri, ia banyak bepergian dan menjalin kerja sama dengan asosiasi sejenis di negara lain. Untuk akomodasi di lingkup regional, Indonesia bisa bersaing, kecuali dengan Marina Bay yang mewah. Terlebih dari segi harga. Katakan, untuk harga yang sama, di Indonesia bisa didapatkan lebih banyak dibandingkan fasilitas di tempat lain. Itu sebabnya, Jon sangat pe de dalam persaingan ini.

Wakatobi, Sulawesi Tenggara

Wakatobi, Sulawesi Tenggara

Yang menggembirakan lagi, hematnya, tampak terjadi pergeseran minat berwisata di kalangan wisman. Bila dulu mereka merujuk Eropa, Amerika, Jepang atau Korea sebagai sasaran berlibur, kini mereka cenderung mencari pasar wisata yang baru, di antaranya ke Indonesia. Untuk itu bersama BPPI, PHRI gencar melakukan promosi. Rata-rata wisman baru tahu kalau Indonesia tidak hanya memiliki Bali, melainkan masih banyak tempat wisata yang memiliki daya tarik luar biasa. Sebut saja, Labuan Bajo, Belitung, Raja Ampat, Flores dan lainnya.

“Belum lama saya mempresentasikan Indonesia di Korea. Mereka baru ngeh dan terkejut sekali kalau kita punya Candi Borobudur, situs warisan dunia UNESCO. Jadi, kita bisa tawarkan ke mereka untuk berwisata religi,” ujar alumnus dari Golden Gate University, San Francisco dan Hiram College, Ohio itu dengan bersemangat.

Ditambahkan oleh Ketua Komite Amerika pada Kamar Dagang Indonesia (KADIN) ini lagi, Indonesia sebagai tujuan wisata memiliki potensi yang besar sekali dan dapat dijual kepada calon wisman dan wisnus. Juga pilihan wisata yang bersifat khusus juga telah dibuat.

“Pendek kata, saat ini saja pariwisata telah menjadi industri yang sangat menjanjikan. Tercatat, ia mampu menyumbang devisa bagi negara sekitar 9-10 miliar dolar per tahun atau mendekati 6 persen dari pendapatan bruto nasional. Luar biasa! Selain itu juga mampu menyerap SDM sekitar 11 juta orang. Di hotel dan restoran sendiri, 7 juta orang direkrut sebagai tenaga kerja. Pariwisata telah menjadi pilar ekonomi yang penting di negara kita,” tambah Jon.

Standarisasi Untuk Hotel & Resto

Hotel Bintang Lima di Bali

Hotel Bintang Lima di Bali

Bagaimana menghadapi datangnya AFTA 2015? PHRI sebagai mitra BPPI, pemerintah dan Kemenparekraf, telah melakukan persiapan-persiapan berupa tantangan-tantangan baru yang harus ditundukkan. Di antaranya, seperti yang telah diundang-undangkan pada 3 Oktober lalu tentang standarisasi hotel di Indonesia.

Kini ada lembaga sertifikasi umum yang menilai suatu hotel dan resto tertentu dapat dikatakan berskala internasional setelah memenuhi kriteria-kriteria yang ditentukan. Utamanya, mesti memiliki fasilitas pelayanan berstandar dan juga memiliki SDM dengan kualifikasi internasional juga. Pemberian sertifikasi ini akan memacu insan perhotelan maupun resto untuk meningkatkan kualitas diri masing-masing.

“Sekarang juga diatur tidak boleh orang sembarang saja saja mendirikan hotel. Pemerintah mengeluarkan ketentuan yang jelas, fasilitas apa saja yang harus ada di sebuah gedung yang diperuntukkan sebagai hotel. Bintang 1 hingga 5 mesti memiliki ini dan itu. Sementara di luar itu ia akan disebut hotel non bintang. Penetapan standarisasi hotel ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing hotel dan restoran dalam lingkungan nasional maupun internasional,” urai Jon yang telah berpuluh tahun malang melintang di bidang perhotelan dan restoran.

Selain itu pemerintah juga mengatur regulasi tertentu. Misalnya pada satu jalan yang sama tidak boleh berdiri 4-5 hotel. Kemudian hotel non bintang tidak diizinkan dibangun pada satu garis jalan yang sama dengan hotel berbintang 5. Tujuannya, untuk melindungi pengusaha hotel. Bila tidak, turis tentunya lari ke hotel yang murah (non budget) dari pada ke hotel berbintang, karena berdirinya juga di satu lokasi yang sama.

Yang juga diatur adalah masalah standarisasi harga. Hotel berbintang 5 tidak boleh menurunkan harga semata untuk menarik tamu atau menaikkan tingkat okupansi hotel. Sementara dibandingkan hotel non budget, hotel bintang 5 telah memiliki kelas tersendiri dengan fasilitas lengkap untuk memenuhi kenyamanan tamu. Bila ini dibiarkan, maka akan terjadi perang harga yang menyebabkan persaingan usaha jadi tidak sehat.

Program Menarik Dari PHRI

Restoran dengan nuansa moderen, tapi disuguhi musik tradisional

Restoran dengan nuansa moderen, tapi disuguhi musik tradisional

Hotel dan restoran merupakan komponen yang sangat penting dalam pengembangan sektor pariwisata. PHRI telah siap untuk AFTA 2015 maupun ke depannya, meski masih ada yang harus dibenahi di bebeberapa titik dari 16 fokus destinasi yang dicanangkan pemerintah untuk 2014-2015. Namun secara garis besar, ujar Jon yang juga bermukim di Riverside, California itu, kesemuanya telah siap.

Untuk memantapkan kiprah pariwisata ke depan, diharapkan dukungan pemerintah untuk merapikan infrastruktur dan ketersediaan transportasi, terutama untuk Indonesia bagian Timur. Namun Jon mensyukuri, pemerintah telah tanggap akan kesulitan transportasi, sehingga kini telah ada pelayanan jalur penerbangan Garuda ke wilayah-wilayah yang semula sulit dijangkau.

“Untuk menarik minat wisman dan wisnus berwisata di Indonesia pada tahun 2014 dan ke depannya, PHRI telah menyiapkan program-program promosi yang sangat menarik. Misalnya memberikan diskon besar-besaran, terutama bagi orang Indonesia di luar negeri, para diaspora, yang ingin pulang kampung,” ujar Jon.

“Selain itu BPPI dan PHRI juga berencana membangun hotel dan restoran dengan cita rasa otentik Indonesia di Los Angeles, Amerika Serikat. Rencananya ini akan menjadi House of Indonesia di mana orang bisa makan masakan bercita rasa asli Indonesia, sekalgius menikmati ajang pameran hasil kerajinan Indonesia yang unik, juga promosi yang berlangsung sepanjang tahun. Bila Korea punya K-Pop, kita bisa miliki Indo Pop, mengapa tidak ?” katanya.

Sekali lagi, dukungan pemerintah, terutama dalam perbaikan sektor infrastruktur dan transportasi agaknya akan membuat industri pariwisata semakin kokoh sebagai pilar ekonomi sebagai penyumbang devisa yang bisa diandalkan. Persaingan Indonesia di sektor pariwisata tak hanya menghadapi negara-negara ASEAN, melainkan juga dengan Afrika Selatan, Macau dan RRT yang selama 10 tahun terakhir juga banyak dirujuk oleh para wisatawan. (1003)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?60541

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :

Asuransi Rumah