mall taman anggrek

Sedikitnya ada 173 mal berdiri di Jakarta, jumlah tersebut mengukuhkan Jakarta sebagai kota dengan jumlah mal terbanyak di dunia. Meski terkesan modern, namun ada dampak negatif yang perlu disadari, pasalnya banyaknya mal yang tersedia justru mempengaruhi perekonomian suatu kota.

Menindaklanjuti masalah tersebut, ada langkah nyata yang diberlakukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Tidak ingin Jakarta dikepung mal, pria yang akrab disapa Jokowi menyatakan telah menghentikan proses perizinan pembangunan mal. “Kota paling banyak mal-nya itu ya Jakarta. Sekarang sudah saya setop,” paparnya.

Jokowi menilai selama ini pembangunan Jakarta hanya mementingkan pembangunan ekonomi yang secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk bergaya hidup konsumtif dan hedonis.

Jokowi mengaku tidak ingin menghilangkan sisi budaya dan sosial sehingga bukan sisi ekonomi terus yang ditonjolkan. Meski disadari olehnya pembangunan jadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu kota, namun perilaku hidup konsumtif juga perlu dibatasi.

Pria asal Solo ini mencontohkan sedikit budaya dan perilaku sosial yang telah pudar dengan banyaknya mal di Jakarta. Jika berbelanja di mal kata Jokowi kurang ada ruang interaksi antara penjual dan pembeli. Seandainya pun ada, suasananya jauh berbeda dengan interaksi di pasar tradisional.

Rencana pembangunan dan pembenahan pasar tradisional pun tengah dijalankan Pemprov DKI Jakarta. Meski dibuat lebih modern, Jokowi tetap menginginkan nuansa tradisional di dalamnya agar terjadi interaksi antara pembeli dan penjual, saling sapa satu sama lain. “Ada tawar menawar, ada silaturahmi di situ. Ini adalah budaya kita, jadi jangan semuanya diberikan ke yang besar (mal), nanti yang kecil (pasar tradisional) dikasih apa?” paparnya.

Pemikiran itu menjadi dasar kenapa Jokowi terus menjalankan program penataan pasar tradisional dan membatasi perizinan pembangunan mal.  Jokowi mentargetkan setiap tahun sekitar 30 pasar dibangun atau dibenahi, tujuannya agar pergerakan ekonomi sampai ke masyarakat hingga lapisan bawah, bukan melulu untuk pengusaha dan orang kaya.

“Bangsa ini harus punya karakter sendiri, jangan ikut arus global. Kalau kita tidak menahan, kita bisa kena arus. Maka diperlukan harmonisasi tata ruang di Jakarta” ungkapnya.

Idealnya, kata Jokowi, semua harus seimbang antara sisi sosial, religius, ekonomi dan budaya. “Ini konsep Bung Karno yang bagus. Ada sisi pembangunan, sisi religi, sisi budaya” imbuhnya.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?58654

Untuk melihat artikel Jakarta lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Rosy Law