Dr Keri Lestari

Pola makan yang keliru dengan gizi tak seimbang mengganggu metabolisme tubuh. Akibatnya, jumlah pasien diabetes pun terus bertambah. Dr Keri Lestari, MSi, Apt masygul melihatnya. Sebagai apoteker, ia ingin menolong, lalu dengan keahliannya meneliti, ia berhasil menciptkan obat anti diabetes dari biji pala. Jangan lewatkan!

Penduduk Indonesia berada di peringkat keempat dunia dalam jumlah penderita diabetes. Gangguan kesehatan ini tidak bisa disembuhkan, tetapi juga tidak serta merta mempengaruhi kualitas hidup si penderita. Syaratnya, asalkan kadar gulanya terkendali. Bagaimana cara menjaga kadar gula darah? Yang utama adalah dengan mengontrol pola makan, berolahraga secara teratur dan rutin minum obat. Sayangnya, meski obat yang diminum luar biasa canggih, tetap tidak akan berpengaruh bila orang tersebut gagal mengendalikan nafsu makannya.

Melihat kenyataan itu, perempuan kelahiran Bandung, 27 April 1969 lulusan Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat ini terpanggil untuk menolong. Dosen dan pemangku jabatan Pembantu Dekan Bidang Akademik di almamaternya itu pun sibuk meneliti. Dengan bantuan beasiswa penelitian dari Yonsei University, Korea Selatan pada 2008, dia melakukan joint research. Tujuannya untuk meneliti sejumlah tanaman yang paling kaya akan Peroxisome Proliferators-Activated Receptor (PPAR) alfa dan gamma. PPAR adalah salah satu khasiat dari obat antidiabetes yang dapat memperbaiki kandungan insulin dan memperbaiki metabolisme glukosa.

Dari temuannya itu, biji pala mendapat penghargaan yang tinggi. Bila semula dikenal sebagai bumbu masak saja, ternyata buah ini mengandung pengendali kadar gula dalam darah. Proses riset bergulir, hingga Keri menghasilkan ekstrak biji pala (Myristica Fragrans Hout) itu yang telah mendapat hak paten, terdaftar di Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) serta masuk tahap manufaktur.

Biji Pala Yang Bulat

Dr Keri bersama keluarga

Menurut promotor penelitian Keri di Universitas Yonsei, Korea biji pala untuk obat antidiabetes yang diperlukan adalah yang berbentuk lonjong. Namun, sulit sekali mencarinya di pasar. Sempat Keri berburu di pasar tradisional, ternyata hanya ada sedikit, sekitar 1 kilogram saja. Padahal untuk membuat ekstraks biji pala dibutuhkan sedikitnya 5 hingga 10 kilogram.

Akhirnya Keri meneliti biji pala yang bulat dan menemukan senyawa lain, turunan dari egenol yang merupakan antioksidan dan antiinflamasi. Ikatan kimianya juga lebih baik, begitu juga dengan aktivitas PPAR gamma dan alfa-nya. Namun, untuk obat antidiabetes, kandungan zat safrol dan myritisin harus dibuang, karena efeknya seperti penenang yang dapat membuat kantuk. Pada 2010 proses pemisahan ini bisa dilakukan, dan didapatlah ekstrak obat antidiabetes.

Saat diuji-coba secara klinis kepada manusia, ternyata ekstrak biji pala itu tak hanya mengendalikan kadar gula darah, melainkan juga dapat menambah vitalitas pasien. Namun, obat alami antidiabetes dari biji pala itu ditujukan bagi pasien diabetes mellitus tipe 2. Dengan 1 obat ini, gangguan insulin dan metabolisme pada pasien diabetes dapat teratasi. Ia tidak perlu meminum dua jenis obat yang biasa diberikan dokter, yakni obat antidiabetes dan antidislipidemia.

Obat diabetes dari biji pala aman, alami dan tanpa efek samping. Tentu sangat dinanti para penderita ‘sakit gula’. Sesuatu yang layak dikembangkan, karena biji pala tergolong mudah didapat di alam Indonesia. Sementara di belahan dunia lain, para farmakolog terus meneliti PPAR, hanya yang digunakan adalah senyawa kimia dan tentunya tak bebas dari efek samping.

Bersyukur,Ikhlas dan Sabar

Dr Keri saat kompetensi apoteker

Suatu perjuangan yang luar biasa dan menuntut pengorbanan tidak sedikit tatkala Keri melakukan penelitian biji pala itu di Korea. Terpisah dari keluarga berbulan-bulan, belum lagi saat itu bertepatan dengan Ramadhan. Untuk itulah, meski amat mencintai dunia penelitian, istri Dr Dandan Riza Wardana ini selalu menyempatkan waktu bersama suami dan kedua anaknya Regina Puspita Arza (19) dan Candika Rizkizharfan Argi (11).

Dengan temuannya yang sangat bermanfaat bagi banyak orang, Keri sangat bersyukur. Setidaknya semangat itu didapatnya dari biografi para orang ternama yang telah dibacanya. Dari mereka ia bisa mengecap pelajaran yang sangat berharga, bahwa untuk meraih suatu cita-cita membutuhkan ikhtiar dan komitmen yang kuat. Tidak bisa mencapai suatu titik yang diinginkan secara langsung. Seperti hidup, segala sesuatu membutuhkan proses.

Selain itu, jika telah berniat melakukan sesuatu yang positif, penting sekali membulatkan tekad dan berjuang terus, serta melakukan yang terbaik. Bila menemui kesulitan, berhenti sejenak, tarik nafas, lalu menguatkan hati untuk mengatasinya. Misalnya suatu kali merasa mentok, tetaplah tersenyum dan optimis. Serahkan hasilnya kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

Seperti disebutkan Keri tentang perjalanan kariernya, ia semula ingin terjun ke dunia industri. Tetapi suami dan orang tuanya mengarahkannya menjadi dosen saja. Kata sang Ibu, perempuan menjadi dosen akan punya waktu lebih banyak untuk mengurus keluarga. Ternyata tuntutan sebagai dosen di era pendidikan saat ini sangatlah tinggi. Di samping mengajarkan ilmu pengetahuan kepada para mahasiswa, ia juga dituntut untuk mengembangkan kurikulum, melakukan penelitian, dan mengabdi atau melayani masyarakat melalui hasil penelitiannya.

Keri bersyukur menurut pada pilihan orang tua dan suaminya, ternyata pencapaian yang diraihnya sungguh membahagiakan. Selain ilmunya berkembang terus, ia juga bahagia dapat memberi manfaat bagi banyak orang. Dengan penemuan obat antidiabetes dari biji pala itu, umpamanya, betapa banyak orang berpenyakit diabetes dapat mempunyai harapan untuk terus menjalani kehidupannya dengan baik dan produktif. Hitung-hitung semua itu menjadi amal tabungan untuk kehidupan di akhirat kelak.

Keri juga bahagia melihat mahasiswanya dapat memberikan sesuatu kebaikan kepada masyarakat. Tetapi ada kalanya ia sedih melihat mahasiswanya yang mengalami kesulitan pribadi sehingga terancam drop out. Melihat hal serupa itu, ia prihatin sekali, lalu mengajaknya bicara. Ia juga mengajak rekan pengajar untuk bersama-sama membimbing mahasiswa itu untuk mengejar ketertinggalannya.

Di samping itu Keri juga terpanggil untuk memastikan kurikulum baru terwujud dengan baik sehingga mahasiswa mampu menggali dan mengembangkan kemampuannya. Untuk Fakultas Farmasi, kurikulum yang diterapkan mengikuti ketetapan APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia) dan HPEQ (High Performance Education Quality).

Menurutnya, tidak sedikit mahasiswa sekarang cenderung menyukai segala sesuatu yang instan. Tidak suka dengan proses. Padahal hasil yang ingin dicapai itu ternyata tidak sesuai dengan harapannya, lalu kecewa dan menyerah. Karakter seperti ini sepatutnya menjadi perhatian bagi para dosen. Penting membimbing mahasiswa agar mereka tak hanya cerdas di bidang akademis, melainkan juga memiliki karakter pejuang sejati, realistis, optimis dan pandai bersyukur. Untuk itu sebagai dosen, tambah Keri lagi, penting sekali memelihara komitmen, bersikap ikhlas dan sabar. Ia juga berharap kelak akan datang masanya, obat herbal menjadi tuan rumah di negeri sendiri, juga menyehatkan masyarakat luas. Tentunya akan semakin baik bila didukung dengan pelayanan farmasi klinik yang mementingkan kualitas hidup pasien. (1003)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?58404

Untuk melihat artikel Profil lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Hosana