Ketua-ketua SIKIB- foto utama

Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) menyambut kehadiran pendidik dan tenaga Kependidikan berdedikasi dan berprestasi Tingkat Nasional 2013 di Jakarta. Di antara mereka hadir 99 Gurdasus—guru daerah khusus dan pendidikan khusus, yang penuh semangat mendidih, meski beban yang dihadapinya lebih berat dengan fasilitas yang minim.

Sebanyak 365 pendidik dan tenaga pendidik dari 33 provinsi se-Indonesia datang ke Jakarta. Di antaranya 99 gurdasus—66 guru dari daerah terpencil dan terdepan, serta 33 guru sekolah luar biasa (SLB). Mereka mendapat apresiasi untuk hadir pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus dan juga bertemu Ibu Negara, Hj Ani Bambang Yudhoyono.

Suasana silaturahmi-2

Dalam kesempatan itu Ketua I SIKIB, Okke Hatta Rajasa menyampaikan apresiasi terhadap guru selaku agen perubahan, agent of change. Di tangan merekalah, transfer nilai dan karakter yang positif dapat diserap oleh anak. Disampaikan juga tentang program SIKIB yang dibentuk oleh Ibu Negara, Hj Ani Bambang Yudhoyono, dalam membantu mewujudkan Indonesia Sejahtera melalui kegiatan 5 pilarnya—Indonesia Pintar, Indonesia Sehat, Indonesia Hijau, Indonesia Peduli dan Indonesia Kreatif.

Ibu SIKIB dengan para Gurdasus.-3

Saat ini Pilar Indonesia Pintar dengan moto ‘Gemar Membaca Meraih Cita-cita’ terus menyapa masyarakat ke daerah. Terakhir ini dari Sabang hingga Merauke telah berdiri 338 Rumah Pintar, dan 154 Mobil Pintar, 410 Motor Pintar dan 6 Kapal Pintar untuk menjangkau masyarakat terpencil dan terdepan (to reach the unreached).

Tampak hadir Ketua II SIKIB Ratna Djoko Suyanto, Ketua III SIKIB Silvyana Agung Laksono dan jajaran pengurus SIKIB, di antaranya koordinator Indonesia Pintar, Laily M Nuh. Kabarinews.com sempat mewawancarai 3 Gurdasus 2013 yang didampingi oleh Humas SIKIB, Lusie Susantono:

Abdurahman, Guru di Desa Terpencil Bangkalan, Madura

“Terus Bersemangat Mengajar”

Abdurahman, gurdasus dari Bangkalan

Selama 32 tahun ia ibaratnya ‘membuka hutan’ di desa terpencil di Pulau Madura, Jawa Timur. Waktu itu masyarakat di sana masih kolot dan menolak mentah-mentah gagasan sekolah. Namun ayah 3 anak ini tak pantang menyerah. Tiap malam ia datangi rumah-rumah warga, memberi pemahaman, hingga akhirnya perjuangannya berbuah manis.

“Anak-anak di sana bersekolah semua sekarang, bahkan guru yang saya bina adalah murid saya. Satu sudah jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan lainnya masih honorer. Semoga dengan perhatian pemerintah, mereka bisa jadi PNS. Kebahagiaan saya adalah melihat masyarakat di daerah terpencil maju dalam pendidikan,” ujarnya, sambil menyemangati rekan guru di daerah terpencil untuk gigih mendidik anak bangsa sebagai generasi penerus.

Bibiana Pulo Beda, Guru Anak-anak TKI di Sabah, Malaysia

“Ingin Kuliah UT untuk Bisa Mengajar Lebih Baik Lagi”

Bibiana Pulo Beda dari Sabah.-5

Perempuan asal Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengabdi di SD Budi Luhur 01 Keningau, Sabah, Malaysia di kawasan perkebunan kelapa sawit. Muridnya adalah anak-anak para Tenaga Kerja Indonesia (TKI), jumlahnya 491 siswa SD, dan SMP 101 orang. Tim pengajar ada 9 guru. Dua guru dari Jakarta dan 7 orang sukarelawan di antaranya dari Bugis, NTT, dan Jawa.

“Tahun 2005 kami mengajar dengan bayaran 15 ringgit, tapi uangnya tidak dibayar. Waktu itu sekolah dikelola oleh Forum Peduli Pendidikan Indonesia (FPPI). Akhirnya ditangani pemerintah, dan kami diperhatikan dan tambah bersemangat. Di bawah pimpinan Kepala Sekolah, Bapak Dadang Hermawan, siswa-siswa kami lulus ujian nasional 100%,” kata Bibiana yang bersyukur pernah dikunjungi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh, serta pihak-pihak yang peduli.

Atas nama -rekan guru di sekolahnya, Bibiana ingin kuliah di Universitas Terbuka (UT). Sebagai guru, mereka merasa masih kurang bila mengandalkan pendidikan mereka yang lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Samsul A, Guru di Daerah Terpencil di Leuser, Aceh Tenggara

“Meski Hanya Punya 1 Kapur, Pantang Surut Langkah”

Dengan guru Samsul A dari Aceh

Mengajar di lokasi 107 Km, naik-turun gunung sehari semalam berjalan kaki. Tahun lalu daerah itu terkena banjir bandang pada malam Takbir. Seluruhnya terhanyut dibawa air, termasuk buku-buku panduan belajar-mengajar dan paket belajar anak.

“Tapi, meski fasilitas minim sekali, hanya 1 kapur yang kita punya, maju terus. Pada tahun 2013, 45 siswa kami lulus Ujian Nasional 100%. Ini yang membanggakan, sekaligus memacu semangat saya dalam mengajar,” tandasnya.

Melihat kegigihan dan semangat para guru ini sungguh membanggakan. Semoga dedikasi dan prestasi mereka menjadi penyemangat pula bagi guru-guru di daerah terpencil dan terdepan lainnya. (Melly)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?58008

Untuk melihat artikel Pendidikan lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :