Linda Rachmat

Sehat itu mahal, demikian sering kita dengar, utamanya bagi masyarakat miskin. Kondisi ini menggerakkan hati Linda Rachmat (66) untuk melakukan sesuatu, yang intinya menolong kaum duafa sembuh dari sakitnya. Ia bertekad membangun klinik, tak tanggung-tanggung, sebanyak 200 buah, agar masyarakat dapat beroleh pengobatan yang baik dengan harga terjangkau. Klinik pertama telah diresmikan pada 11-11-2011 di Kedoya, Jakarta Barat.

Gagasan Linda membangun 200 klinik muncul ketika bekerja sebagai dokter spesialis anestesi, ia sering mendengar keluhan masyarakat yang kurang mampu. Bahwa mahalnya biaya pengobatan dan buruknya pelayanan rumah sakit untuk mereka yang berekonomi kurang. Batin Linda berontak, ingin berbuat sesuatu untuk menolong mereka. Selain itu di telinganya mengiang-ngiang terus sumpah mulia yang diucapkannya saat diwisuda sebagai dokter.

Memang di Tanah Air kita masih terbatas jumlah dokter dan tenaga medis. Rasio antara jumlah tenaga medis dan penyedia jasa kesehatan terhadap jumlah penduduk masih jomplang. Tidak itu saja. Idealnya, dikatakan Linda, tempat tidur rumah sakit dan populasi penduduk 1:500, tapi realitanya, perbandingannya berkisar 1:1580. Pantas jika timbul kekecewaan, karena pelayanan medis tidak memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat.

Dari realita inilah, Linda tergelitik untuk menolong masyarakat, utamanya dari lapisan bawah. Lahir gagasan membangun 200 klinik di kantung-kantung kemiskian di seluruh Nusantara. Diharapkan, di sana mereka bisa memperoleh pengobatan yang baik, integritas tinggi, tapi dengan harga yang terjangkau. Landasan utamanya, menjunjung tinggi kejujuran dalam pelayanan klinik.

Klinik Berkualitas

Linda di depan klinik Daya Medika

Praktis, sejak tiga tahun lalu gagasan mulia Linda itu dirintis bersama dukungan keluarga, terutama abangnya, Teddy Rachmat. Perlahan tapi pasti, disela kesibukan mereka, akhirnya ‘telur telah menetas’, 1 dari 200 klinik yang diniatkannya dibangun itu telah resmi berdiri pada 11 November 2011.

Banyak persyaratan mendirikan klinik sesuai standar yang berlaku di negara ini. Tidak mudah dijalankan, apalagi akan mendirikan 200 klinik. Tapi, Linda sudah bertekad mewujudkannya, jadi semua proses itu dijalaninya dengan gembira. Rupanya ada niat luhur pula di dalam dirinya, bahwa kelak dengan adanya klinik ini—pelayanannya berkualitas, tapi harga terjangkau—maka masyarakat kembali percaya akan layanan kesehatan di negeri sendiri. Namun niat utamanya, tetap, membantu masyarakat Indonesia yang kurang mampu dapat memperoleh standar pelayanan kesehatan yang baik dan profesional.

Setiap klinik dilengkapi dengan spesialisasi khusus yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Misalnya, di klinik perdananya itu berdiri di Kedoya, Jakarta Barat. Di sana dibuatkan pelayanan spesialisasi bayi tabung dengan fasilitas komplit, dari diagnosis awal, tim dokter dan laboratorium. Jika pasien di rumah sakit harus membayar Rp40-60 juta, di klinik Linda hanya perlu merogoh kantung separuhnya saja, bahkan bisa dirundingkan dengan kemampuan ekonomi pasien.

Peresmian Klinik Daya Medika-1

Rencananya, setiap klinik punya keunggulan spesialisasi yang bisa ditonjolkan. Jadi, tidak semua klinik memiliki fasilitas pelayanan bayi tabung, meski titik pelayanan adalah memperbanyak klinik kesehatan bagi ibu dan anak. Pemilihan lokasi klinik, tempatnya terjangkau, mudah dicapai pasien dan dekat dengan pemukiman penduduk. Daerahnya bisa di Jakarta, Jawa Barat seperti Depok, Bogor, Bekasi, dan Bandung serta wilayah sekitar semisal Tangerang. Setelah itu menebar ke pelosok Tanah Air.

Yang menarik, dana mendirikan semua klinik itu dari kocek Linda pribadi dan keluarga sendiri. Diharapkan Linda, klinik-klinik ini dapat bertahan dan berdiri sendiri, meski tidak harus menjadi profit center. Keuntungan yang didapat untuk membuka klinik lain di tempat berbeda. Setidaknya dalam setahun bisa impas biaya yang sudah dikeluarkan atau mencapai break event point (BEP). Yang diutamakan, katanya, menjaga kualitas pelayanan, cepat, ramah, dan jujur kepada pasien. Apa tantangan yang dihadapinya?

Kesulitan Sumber Daya Manusia

Berfoto Bersama seusai peresmian klinik Daya Medika

Dari pengalamannya, perempuan kelahiran Majalengka, 10 Juni 1945 ini mengatakan, kesulitan yang harus diatasinya setelah klinik berdiri adalah mengisinya dengan tenaga medis dari dokter hingga perawat dan staf klinik yang sebaik mungkin. Tim yang sehati dan sepakat dengan slogan ‘Serve first, then pay’. Pasien memperoleh pelayanan yang dibutuhkan secara memuaskan, baru disodorkan tagihan. Jadi, masyarakat bisa merasakan pelayanan yang terbaik, dan harganya sesuai dengan kantong mereka. Mengisi tim ini dengan orang-orang yang memenuhi syarat itu yang sulit.

Bagaimana memberi pengobatan yang efektif dan efisien? Di antaranya, papar Linda, dengan memberikan pengobatan yang terarah. Artinya, obat yang diberikan memang benar-benar dibutuhkan si pasien. Bila ia perlu antibiotik, berikan. Bila tidak, jangan kasih. Jadi, tidak mengada-ada. Dengan demikian, pasien tidak mengeluarkan uang untuk hal yang tidak perlu.

Selain itu, kelemahan di ruang praktik dokter, pasien sulit menyampaikan gangguan dan keluhan penyakitnya. Dokter juga terlalu sibuk, sehingga jadi tidak mencoba menggali keterangan dari si pasien. Komunikasi dokter-pasien ini yang digiatkan di kliniknya, dengan tujuan agar dokter dapat membuat diagnosa secara tepat, sekaligus memberikan obatnya. Untuk itulah, klinik dilengkapi tenaga medis yang terdiri dari 24 dokter dari berbagai spesialisasi, lengkap memiliki visi dan misi yang sejalan. Sulit, tapi Linda percaya masih banyak dokter yang punya hati untuk memberi pelayanan terbaik bagi pasiennya.

Bila klinik tidak mengejar keuntungan, dari mana uang untuk membayar tim medis? Dokter sudah punya tarif sendiri yang ditentukan klinik dan disesuaikan dengan spesialisasinya. Sedangkan pembayaran pasien disesuaikan dengan kondisi ekonominya. Yang penting melampirkan surat keterangan tidak mampu.

Menurun Dari Jiwa Sosial Sang Ayah

Linda R bersama keluarga

Bila hanya untuk kebutuhan diri dan keluarganya saja, penghasilan Linda sebagai dokter spesialis maupun kekayaan keluarganya sangat berkelimpahan. Tapi bungsu dari tiga bersaudara ini mewarisi jiwa sosial ayahandanya, almarhum Raphael Adi Rachmat. Hidup di dunia harus menjadi manusia yang peduli dan berempati kepada sesama. Dengan memberi, hidup baru berarti, karena hidup sejatinya bukan untuk diri sendiri. Demikian pesan sang ayah.

Karena itulah, Linda terpanggil untuk kuliah di Fakultas Kedokteran. Ia ingin menolong sesama. Pada 1978, ia memperoleh gelar dokter spesialis anestesi dari universitas di Jerman, The Medical Faculty of RWTH Aachen University. Dari sana ia terus aktif mengabdi, hingga kini di usia lanjut berpraktik di tiga rumah sakit di Jakarta. Terlebih setelah sepeninggal sang suami tercinta, Sander Batuna, dokter spesialis anak. Pendamping setianya ini semasa hidup berwasiat kepadanya untuk mewujudkan terbangunnya cita-cita 200 klinik tersebar di seluruh Indonesia.

Kini Linda hidup bahagia bersama putra tunggalnya, Danny Rachmat, yang telah memberinya seorang cucu perempuan berusia 6 tahun. Putranya mengikuti jejak kakek almarhum sebagai pengusaha, tetapi mendukung kiprah ibundanya tercinta. (1003)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?57706

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :