Meski menuai banyak protes dari berbagai kalangan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tetap berangkat ke Amerika Serikat (AS) untuk menerima penghargaan World Statesman Award dari The Appeal of Conscience Foundation (TACF) di New York AS.

Dalam siaran pers yang dikeluarkan Istana Kepresidenan RI di Jakarta, Sabtu (25/5), disebutkan Presiden SBY didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono dan beberapa menteri terkait pada Senin (27/5) melakukan kunjungan kerja ke Swedia dan Amerika Serikat.

Kunjungan diawali dengan kunjungan kenegaraan ke Stockholm, Swedia, dan dilanjutkan dengan menghadiri Panel Tingkat Tinggi PBB Mengenai Agenda Pembangunan Pasca 2015 (UN High-Level Panel of Eminent Persons on the Post-2015 Development Agenda), yang akan mengadakan pertemuan ke-5 di Markas Besar PBB di New York pada 29 – 30 Mei 2013, di New York, Amerika Serikat.

Hingga Senin (27/5) lebih dari 7.768 orang menolak pemberian penghargaan World Statesman kepada SBY. Ribuan pendukung penghargaan itu telah menandatangani petisi penolakan (petisi digalang melalui www.change.org/natoSBY). Petisi sengaja dibuat karena Presiden SBY dinilai telah gagal menciptakan kenyamanan beragama. Hal tersebut dapat dilihat dari sejumlah peristiwa intoleransi beragama yang masih terus terjadi di Indonesia.

Sejumlah pemuka agama terus menunjukkan penolakan atas anugerah yang akan diterima SBY. Perwakilan jemaat GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, perwakilan jamaah Syiah, Ahmadiyah dan lintas iman lainnya juga mempersembahkan replika penghargaan bagi SBY, dimana replika tersebut dihiasi dengan sejumlah foto yang menggambarkan beberapa kasus intoleransi yang pernah terjadi di Tanah Air.

Tanggapan SBY

Sebelum bertolak ke Swedia, Presiden memberi tanggapan atas pro kontra kunjungan kerja ke New York, Amerika Serikat untuk menerima penghargaan WSA. SBY mengatakan penghargaan tersebut ia terima sebagai Presiden bukan pribadi. SBY juga meluruskan anggapan bahwa kunjungannya ke Amerika bukan hanya untuk menerima penghargaan tersebut, tapi ada kunjungan kerja yang lebih penting yaitu pertemuan ke-5 Panel Tingkat Tinggi mengenai Agenda Pembangunan Pasca-2015.

Dengan rendah hati presiden mengaku mendengarkan semua penolakan dari berbagai pihak. “Saya menghargai dan menghormati semua pandangan, sebagaimana saya menghormati semua pandangan yang berbeda juga dari masyarakat kita” paparnya.

SBY meminta seluruh masyarakat untuk lebih arif melihat anugerah tersebut, pasalnya menurutnya, ACF merupakan salah satu lembaga internasional yang kredibel, dimana lembaga tersebut telah mengamati Indonesia dengan seksama dari berbagai aspek, dan dari pengamatan itulah yang akhirnya menjadi dasar pemberian penghargaan.

“Dunia mengamati meski masih banyak kekurangan di negara kita. Sebagaimana diketahui alasan penghargaan itu, misalnya kemajuan demokrasi, komitmen saya selaku presiden untuk membangun perdamaian, menyelesaikan konflik secara damai, penghormatan kepada HAM secara umum, peran dialog internasional dan sebagainya” kata SBY.

Presiden mengakui Indonesia masih punya banyak kekurangan, termasuk masalah-masalah dalam negeri yang belum mencerminkan kerukunan hidup antar umat beragama. Untuk itu Presiden akan berusaha lebih keras untuk memperbaiki yang belum baik di dalam negeri. “ Kita harus lebih keras lagi, lebih serius, dan efektif lagi untuk memperbaiki yang belum baik di negeri kita ini” tegasnya.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?56033

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :