Untuk nonton video Part 2, Klik disini

Untuk nonton video Part 3, Klik disini

Untuk nonton video Part 4, Klik disini

Perempuan bernama lengkap Lusie Indrawati Susantono, SH, MBA, LLM adalah tokoh inspiratif yang menjalankan banyak peran berbeda dalam satu waktu. Satu tempo muncul di persidangan sebagai pengacara, kali lainnya menjadi dosen, lalu ke pelosok Nusantara melakukan giat sosial bersama SIKIB (solidaritas istri kabinet Indonesia bersatu). “Ya, hidup saya penuh warna. Tapi, tugas inti saya tetap mendampingi suami dan ibu bagi dua putri saya,” ujar istri Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Dr.Ir Bambang Susantono, MCP, MSCE.

Ketika bertemu pertama kali di kantornya, Prisma & Co, Advokat dan Konsultan Hukum, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, wajah Lusie Susantono kelihatan segar, padahal seharian itu ia sudah melakukan sejumlah kegiatan di tempat berbeda-beda. Perempuan kelahiran Denpasar, Bali, 2 Desember 1962 ini memang seolah tak pernah kehabisan tenaga. Ia juga terampil membagi waktu untuk berbagai profesi yang disandangnya.

Menjalankan sejumlah peran sekaligus

Tidak banyak yang mampu mengelola waktu dengan baik sehingga dapat menjalankan multiperan sekaligus dengan baik. Salah satunya adalah Lusie Susantono. Setidaknya ada 5 peran penting yang diembannya. Pertama, memegang divisi hubungan masyarakat (humas) SIKIB, organisasi yang dipimpin Ibu Negara, Ani Bambang Yudhoyono.

“Suami saya mendapat amanah menjadi Wakil Menteri Perhubungan RI, dan ini memberi tanggungjawab kepada saya selaku istri untuk masuk dalam organisasi SIKIB. Sebagai humas, saya harus selalu siap mendukung kegiatan 5 pilar SIKIB, yaitu Indonesia Pintar, Indonesia Sehat, Indonesia Hijau, Indonesia Peduli, dan Indonesia Kreatif. Kesemuanya ini dimaksud untuk meraih visi Menuju Indonesia Sejahtera,” ujar Lusie di awal perbincangan.

Giat sosial SIKIB ini untuk memberdayakan masyarakat, utamanya perempuan dan anak di daerah dan wilayah tak terjangkau. Masyarakat diberi pengetahuan dan keterampilan seperti memasak, menjahit dan menyulam. Mereka digalakkan untuk bangkit menyejahterakan hidupnya dengan membuat kerajinan yang bernilai jual. Program terpadu mereka dapat dilihat di tiga desa binaan SIKIB, yaitu Desa Hargotirto, Yogyakarta, Desa Cipule, Jawa Barat dan Desa Tanjung Pasir, Banten. “Sambutan masyarakat begitu besar. Rasanya bahagia sekali melihat mereka yang membutuhkan itu menjadi berdaya.”

Lusie pun tak urung mesti siap pergi ke daerah-daerah. Tapi itu tak menyurutkan keutuhannya sebagai seorang pengacara profesional, advokat dan konsultan hukum. Anak ke-4 dari 5 bersaudara pasangan (alm) Soemadji Kartohamidjojo dan Lestari Soemadji ini tetap aktif memberi pendampingan bantuan hukum di persidangan, sejatinya yang menyangkut korporasi atau perusahaan.

“Cita-cita saya semula ingin jadi arsitek atau dokter gigi lo, tapi ikut SIPENMARU diterima di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Ya, saya syukuri, dan menekuninya. Ternyata menarik sekali. Lingkup penerapan ilmu hukum itu sangat luas. Jadi, bukan hanya ada profesi hakim atau jaksa saja seperti yang saya tahu sebelumnya,” kenang Lusie, sambil tertawa kecil.

Lulus 1986, Lusie sempat bekerja di sebuah bank nasional pada Officer Development Program (ODP), tetapi tak lama, karena ia mendampingi suami yang melanjutkan studi S2 dan S3 di UC Berkeley, CA selulus dari Fakultas Teknik Sipil ITB pada 1987.

“Di Amerika masa-masa yang sangat manis. Bersama suami dan anak-anak, kami menjalin kebersamaan dalam artian seutuhnya. Saling mendukung dan menguatkan. Suami benar-benar berperan. Ia juga yang mendorong saya untuk kuliah S2, termasuk rela membiayai ha ha ha….,” tambah pemegang gelar MBA dari San Francisco Management Science Institute dan Master of Law (LLM), The University of San Francisco (1998) ini.

 

Dosen Hukum Bisnis

Kembali ke Indonesia, Lusie mengajar hukum bisnis untuk mahasiswa Strata II Program MBA di Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM-ITB) dan Universitas Indonesia, serta Swiss German University. Di universitas terakhir ini pembelajaran disampaikan dalam bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.

“Kepada mahasiswa saya mengajak mereka melihat persoalan hukum yang ada di dunia bisnis. Memandang bisnis tidak sebatas dari sudut ekonomi, sosial dan politik saja, melainkan juga aspek hukum yang menyertainya. Kelak, mereka memiliki wawasan hukum internasional serta mampu bertransaksi di mancanegara. Jadi, punya wawasan keluar. Tidak menjadi jago kandang.”

Tidak cukup di situ. Waktu 24 jam sehari itu masih diisinya dengan kegiatan bersama teman-teman alumni SD PSKD Jakarta, SMPN 12, SMAN 70 hingga Iluni FHUI. Mahasiswa Teladan FHUI 1985 ini juga bergabung di beberapa organisasi, seperti Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKPM) dan PERADI.

Dari agenda yang padat itu, diakui Lusie, keluarga berada di skala prioritas tertinggi. Sesibuk apa pun, ia menomorsatukan suami dan kedua putrinya—Nurul Parameswari Susantono (20), mahasiswi FISIP-UI dan Diannisa Paramitha Susantono (18), mahasiswi semester 1 FK-UI.

Meski sudah diatur waktunya dengan seksama, tetap ada kalanya terjadi benturan prioritas. Misalnya, ia harus mendampingi suami dan anak, dan pada saat yang sama ada beban pekerjaan berat yang harus selesai esok hari. “Natural saja, saya dampingi mereka dulu, lalu izin suami untuk kembali ke ruang kerja. Suami terkadang tidak senang melihat saya berlelah-lelah, tapi demi tanggung jawab ya merelakan. Juga ada kalanya pekerjaan mengharuskan saya terjaga sampai dini hari, pukul 4-5 pagi. Kalau sudah begitu, saya lanjutkan, kemudian tidur sebentar dan bangun bareng suami, seolah tidak terjadi apa-apa. He he he… Tidur 1-2 jam asal kita ikhlas, semuanya baik-baik saja. Tapi memang tidak boleh terus-menerus demikian,” katanya lagi.

Tidak mudah memang, menyinergikan berbagai faktor sehingga semua hal berjalan selaras. Pekerjaan beres, anak-anak juga aman. Mengenai hal dirinya, Lusie menilai, pencapaian ini bukan karena perannya seorang. Lebih tepat dikatakan, kalau itu merupakan hasil kerja kompak berenam: dirinya bersama suami, anak-anak, dan kedua mertuanya, Brigjen (purn) dr Muhammad Susantono, SKM dan Roestini BA. Kedua Eyang tersebut yang tak pernah surut mendoakan dan menyayangi keluarga mungil ini.

Ingin Buka ‘warung’ Bersama

Lusie Susantono tokoh perempuan Indonesia masa kini. Berkarya di pekerjaan, tetapi tetap menomorsatukan keluarga. Dalam melangkah, ia percaya pada mujarabnya konsep ‘doa dan ikhtiar’. Itulah yang menyemangatinya untuk memenuhi sasaran-sasaran kecil, baik di kantor maupun keluarga. Menjadi istri, ibu dan anak menantu yang diharapkan. Adakah hasyrat yang ingin dicapainya kelak?

“Sebenarnya ini lebih ke rahasia dapur saya sendiri, mungkin ya. Di rumah kami ada kombinasi empat profesi berbeda: saya pengacara, suami insinyur di bidang teknologi transportasi dan pemukiman wilayah, lalu anak sulung di bidang komunikasi, mungkin arahnya ke production house, dan yang kecil dokter. Saya suka bercanda dengan mereka, kelak kami berkumpul dalam satu gedung, dan masing-masing punya warung sendiri-sendiri. Fantastis ya, tapi entah apa anak-anak setuju dengan gagasan ini,” tambah Lusie dengan jenaka.

Apa pun kelak, satu kata yang selalu diingat Lusie atas kehidupannya adalah, rasa syukur. Berterima kasih kepada Tuhan atas karunia-Nya, dengan salah satunya berbagi suka cita kepada sesama, khususnya 120 anak yatim piatu di Ponpes Al-Quraniyyah yang disebutnya sebagai ‘anak-anak kami’ juga. (1003)

Untuk share artikel  ini, Klik www.KabariNews.com/?50214

Untuk melihat artikel Profil lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :