Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri) sudah menyelesaikan naskah Rancangan Undang-undang (RUU)
Pemilihan Kepala Daerah yang antara lain bertujuan untuk membatasi akses
dinasti politik menguasai sebuah daerah.

Menurut
Juru bicara Kemendagri, Reydonizar Moenek, naskah itu tinggal menunggu tanda
tangan presiden sebelum diserahkan ke DPR untuk dibahas. Pemerintah menilai
keberadaan dinasti politik sebagai sesuatu hal yang tidak sehat untuk demokrasi
maupun tata kelola pemerintahan Indonesia.

Penilaian
pemerintah ini berdasarkan fakta di
sejumlah daerah di Indonesia.
“Ada
seorang walikota yang anaknya adalah ketua DPRD. Lalu bagaimana saat membahas
anggaran?” papar Reydonizar. “Kemudian mantan kepala daerah ini tetap
berkantor di ruangan istrinya yang menjadi kepala daerah. Dia ikut campur
menjalankan pemerintahan. Ini yang harus dibenahi,” kata Reydonizar
seperti dibeitakan Antara.

Sejak
otonomi daerah diberlakukan di sejumlah daerah bermunculan dinasti-dinasti
politik.Salah satunya adalah dinasti keluarga Gubernur Banten, Ratu Atut
Chosiyah, yang menguasai jajaran eksekutif dan legislatif di tingkat provinsi
dan seluruh kabupaten di Banten. Juga kabupaten Tenggarong dimana bupati yang
sekarang adalah anak dari bupati sebelumnya yang bermasalah secara hukum.

Reydonizar
tak membantah jika para kepala daerah yang menjadi bagian dinasti politik
memiliki dukungan konkrit yang diwujudkan lewat perolehan suara dalam
pemungutan suara.”Tetapi demokrasi butuh aturan dan batasan,” imbuh
Reydonizar.

Beberapa
pihak di DPR yang mengetahui rencana pemerintah menyatakan menyambut baik
inisiatif RUU itu. Nurul Arifin yang menjadi angota DPR dari Golongan Karya
menyatakan bahwa fraksinya belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait
inisiatif pemerintah ini. Namun, lanjut Nurul, secara pribadi dia menyambut
baik rencana ini meski meminta pemerintah menjamin agar tidak sampai mengurangi
hak politik rakyat.

Kekhawatiran
dikemukakan Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP),
Muchtar Sindang. Dia menilai aturan ini berpotensi mencederai hak-hak
rakyat.”Semangatnya (membatasi dinasti politik) saya sepakat. Tapi, kalau
caranya dengan melarang anak atau istri mencalonkan diri menggantikan ayah atau
suaminya jadi kepala daerah, menurut saya itu melanggah hak asasi
manusia,” kata Muchtar.

Menanggapi
kekhawatiran ini, Reydonizar Moenek mengatakan pemerintah memang mengusulkan
ada sejumlah cara untuk membatasi kemungkinan terjadinya dinasti politik.

“Misalnya
ada jeda satu masa jabatan sebelum keluarga dekat seorang kepala daerah
mencalonkan diri. Atau dilarang mencalonkan diri di wilayah provinsi yang
sama,” kata Reydonizar Moenek.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?37553

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :