Perjuangan Bangsa Indonesia dalam mencapai atap-atap tinggi
di dunia akhirnya membuahkan hasil membanggakan. Lewat empat pendakinya
yang tergabung dalam kelompok pencinta alam Mahitala Universitas Katolik
Parahyangan (Unpar), Sofyan Arief Fesa (28), Xaverius Frans (24),
Broery Andrew Sihombing (22), dan Janatan Ginting (22) akhirnya berhasil
menapaki puncak tertinggi di benua Amerika Utara yaitu Denali yang
memiliki ketinggian 6.194 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dan dari
mereka berempatlah gelar The Seven Summiters dipersembahkan untuk pertama kalinya bagi bangsa Indonesia.

Pendakian menuju puncak Denali bukanlah hal yang mudah. Menurut
Sofyan, gunung Denali memiliki cuaca yang tidak bisa diprediksi karena
sangat cepat untuk berubah. Ketiadaan tenaga angkut atau porter membuat
tim harus mengangkut perbekalannya sendiri-sendiri. Dengan sistem Himalayan Tactic atau sistem turun naik, 4 anggota tim yang tergabung dalam tim Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) seringkali harus berjalan bolak balik dari camp ke camp untuk mengangkut perbekalan mereka dalam 2 kali sortir.

Perjalanan menuju puncak Denali dimulai dari Base Camp Denali di ketinggian 2.225 mdpl atau lebih di kenal dengan nama South East Fork (SE Fork). Tim ISSEMU
mencapai SE Fork pada tanggal 24 Juni 2011, yang terletak di padang
salju Kahiltna dengan menggunakan pesawat tipe Fokker yang
diberangkatkan dari Talkeetna. Sebuah kota persinggahan terakhir yang
kerap dikunjungi oleh para pendaki Denali.

Dari SE Fork, Tim ISSEMU memutuskan untuk
membawa seluruh perlengkapan mereka menuju Camp 1 (2.407 mdpl).
Perjalanan dimulai pada pukul 23.40 waktu setempat (24/6) atau sekitar
pukul 14.40 WIB, Sabtu (25/6), dan tiba di Camp 1 pada puku 06.15 waktu setempat (25/6) atau sekitar pukul 21.15 WIB, Sabtu (25/6). Ekspedisi Denali kali ini, tim ISSEMU tidak membutuhkan bantuan alat penerangan karena matahari selalu menunjukkan kegarangannya di Alaska.

Hambatan Cuaca Buruk

Untuk dapat memantau kondisi fisik dan perkembangan pendakian, komunikasi dengan seluruh Tim ISSEMU dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah Tim pendaki ISSEMU dibekali telepon satelit (satphone) yang berfungsi untuk menelepon dan mengirimkan pesan singkat atau sms langsung kepada tim pendukung mereka di Tanah Air, yakni di Bandung, Jawa Barat. Mereka juga membawa notebook yang berfungsi untuk mengirimkan gambar dan cerita pendek perjalanan mereka.

Selain satphone dan notebook, tim pendaki melengkapi peralatan komunikasi mereka dengan sebuah Global Positioning System (GPS) dengan satellite communicator sehingga pergerakan mereka setiap harinya dapat terus dipantau melalui sebuah website.
Selain itu dengan peralatan tersebut, mereka bisa mengirimkan posisi
terakhir lokasi mereka berikut dengan pesan singkat ke jejaring sosial Facebook dan Twitter.
Melalui semua peralatan komunikasi itulah tim pendaki kerap
menggambarkan bagaimana cuaca mulai tidak bersahabat lepas dari SE Fork.

Pada tanggal 27 Juni 2011, semua pendakian di Denali dihentikan
karena cuaca buruk yang tiba-tiba datang. Baru keesokan harinya pada
tanggal 28 Juni tim pendaki ISSEMU mulai bergerak dari Camp 1 menuju Camp 2 yang terletak di ketinggian 3.048 mdpl untuk melaksanakan pengangkutan sortir pertama.

Melalui sebuah keputusan singkat yang dibuat oleh Matthew Emnt, seorang pemandu dari Alpine Ascents International (AAI), jumlah camp pendakian yang semula direncanakan pada awalnya 5 buah akhirnya harus dipotong menjadi 4 buah camp saja untuk menuju puncak, dengan jarak antar camp yang semakin jauh dibanding perencanaan semula.

Dengan pergerakan yang perlahan-lahan namun pasti, tim bergerak dari camp ke camp
untuk terus menambah ketinggian di tengah hujan salju, kabut tebal, dan
angin kencang. Kendati dengan perjalanan yang amat melelahkan karena
buruknya cuaca, akhirnya dapat dilaporkan, bahwa tim pendaki ISSEMU telah berhasil mencapai Camp 3 (4.267 mdpl). Menurut pemantauan tim pendukung ISSEMU, bahwa tingkat kesulitan pada pendakian Denali akan dimulai dari sini. Perjalanan dari Camp 3 menuju Camp
4 sangat curam. Tim pendaki harus melalui medan dengan kemiringan
antara 44-50 derajat dan medan yang bervariasi antara es dan salju
ditambah dengan cuaca yang buruk. Pada titik ketinggian tertentu,
pendakian harus dibantu dengan penggunaan tali yang sudah disediakan (fixed rope).

Menyelesaikan 7 Summits pada Tanggal 7 bulan 7

Memalui telepon satelit, Sofyan mengabarkan bahwa perpindahan logistik pendakian menuju Camp 4 (5.242 mdpl) telah selesai pada hari Rabu tanggal 6 Juli. Ini menandakan, bahwa inilah saatnya Tim ISSEMU
akan segera menggelar pendakian menuju puncak Denali secepat mungkin.
Tapi sayang mereka harus bersabar untuk meraih puncak Denali esok
harinya (7/7). Summit Ridge yang akan melewati menuju puncak Denali tertimbun salju yang amat tebal karena cuaca buruk yang tiba-tiba datang. Rest day kembali dilakukan oleh Tim Pendaki ISSEMU.

Pada hari itu pula Sofyan kembali menghubungi Base Camp Bandung untuk mengabarkan penundaan ini dan akan merencanakan summit day esok harinya (8/7). Tiba akhirnya cuaca di Denali berangsur-angsur cerah pada hari ini. Tim Pendaki ISSEMU segera mempersiapkan semua peralatan untuk melakukan “penyerangan menuju puncak”. Tim berjalan meninggalkan High Camp pada pukul 09.20) waktu setempat, (7/7), atau setara dengan pukul 01.00 WIB, (8/7).

Perjalanan dari High Camp menuju puncak Denali merupakan
bagian yang tersulit dari keseluruhan pendakian, pasalnya, keempat
pendaki ini akan menghadapi 2,5 km jarak tempuh dan perbedaan elevasi
hingga hampir 1 km. Dari High Camp, tim pendaki ISSEMU
akan melintasi sebuah padang salju yang panjang dan cukup datar dan
akan berakhir di sebuah lokasi yang sering disebut sebagai The Autobahn.

The Autobahn adalah sebuah bukit dengan elevasi 365 meter. Di Autobahn
pendaki akan dipaksa berjalan mendatar dan menanjak pada kemiringan
50-60 derajat. Teknik ini dikenal dengan nama teknik konturing (traversing) atau berjalan mengikuti garis kontur pada peta. Lepas dari Autobahn,
pendaki akan bertemu dengan sebuah celah besar di ketinggian 5.547
mpdl. Celah ini dikenal dengan nama Denali Pass. Selepas Denali Pass,
pendaki akan bertemu dengan sebuah padang salju yang menyerupai lapangan
sepak bola yang dikenal dengan nama Football Field.

Berjalan santai melintasi Football Field di ketinggian 5.900
mdpl akan merasakan suatu sensasi yang berbeda, karena di ketinggian
tersebut kita masih bisa berjalan dengan tenang untuk menggapai
detik-detik akhir menuju puncak Denali.

Perjuangan belum berakhir, tim pendaki harus melalui sebuah bukit kecil yang diberi nama Pig Hill (6.120 mdpl). Dan di puncak Pig Hill
pendaki akan lebih berdebar kembali karena mereka akan melewati seksi
akhir dari perjalanan panjang mereka menuju puncak Denali. Summit Ridge
atau punggungan akhir menuju puncak Denali akan mengucapkan selamat
datang kepada para pendaki sebelum mencapai angka tertinggi di Amerika
Utara, puncak Denali.

Lewat serangkaian percobaan dan tantangan alam yang menghadang di
depan mata, akhirnya bendera Merah Putih dapat ditancapkan dan
dikibarkan dengan gagah di titik tertinggi benua Amerkia Utara. Tim
pendaki melintas perlahan-lahan pada punggungan tipis sambil menatap ke
depan. Akhirnya tepat pada pukul 17.37 waktu setempat atau sekitar pk
08.35 wib Sofyan mengabarkan, bahwa selama perjalanan menuju puncak
cuacanya amat cerah tetapi angin bertiup kencang sehingga suhu bisa
turun hingga -15C.
Saat di puncak, tim ISSEMU bergabung bersama 40 pendaki mancanegara yang bersama-sama dari High Camp melakukan summit attack
pada hari itu. Pada saat Sofyan mengabarkan berita terbaru melalui
email, tim sudah tiba kembali di High Camp setelah berjalan turun dengan
cepat dari puncak Denali. Total perjalanan mereka dari High Camp –
Puncak Denali – High Camp mereka tempuh dalam waktu 12,5 jam. Tim juga
mengabarkan, bahwa mereka akan turun menuju Base Camp esok hari, (9/7),
dengan waktu tempuh selama 2 hari non stop dan berencana untuk bermalam di Camp 3.

7 Summiters Pertama Untuk Indonesia

Dengan suksesnya pendakian Denali ini, maka Mahitala Unpar dengan Tim ISSEMU-nya memposisikan Indonesia menjadi negara ke 53 yang berhasil menuntaskan seven summits dan menjadikan para pendakinya menjadi seven summiters bersama 275 pendaki dari seluruh dunia yang berhasil memiliki gelar yang prestisius tersebut. Sebelumnya Tim pendaki ISSEMU
berhasil mendaki Carstensz Pyramid (4.848 mdpl) di Papua, Kilimanjaro
(5.189 mdpl) di Afrika, Elbrus (5.642 mdpl) di Rusia, Vinson Massif
(4.889 mdpl) di Antartika, Puncak Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina
dan Everest (8.848 mdpl) di Nepal/China.

Kesuksesan rangkaian pendakian seven summits ini juga tidak lepas dari dukungan penuh dari PT. Mudking Asia Pasifik Raya (MKAPR), sebuah perusahaan yang bergerak di dalam bisnis pengeboran minyak dan gas bumi. Melalui program CSR, PT.MKAPR memberikan komitmen penuh untuk mengharumkan dan mengangkat derajat bangsa di dalam peta pendakian dunia. (arip/press release)

Personil Tim ISSEMU Unpar

Sofyan Arief Fesa (28), mahasiswa magister manajemen
Xaverius Frans (24), mahasiswa ekonomi S-1 jurusan akuntansi
Broery Andrew Sihombing (22), mahasiswa S-1 jurusan fisika fakultas informasi dan sains
Janatan Ginting (22), mahasiswa S-1 jurusan akuntansi.

Untuk nonton Video Part 2, Klik disini

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?37142

Untuk melihat artikel Jalan-Jalan lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :