A Long, 6 th, adalah anak laki-laki pengidap HIV yang hidup di desa Niucheping. Ibunya meninggal karena AIDS di tahun 2009 sedangkan ayahnya meninggal karena penya­kit batuk dan demam yang pa­rah di tahun yang sama. Mengutip Positively Orpha­­ned.org, se­jak kehilangan kedua orangtua­nya, A Long hidup sendiri se­bab penduduk di desanya ta­kut berada di dekatnya karena takut tertular virus tersebut.

Niucheping di kaki Liuzhou City, Malu Mountain adalah sebuah desa yang dibangun di gunung. Jalan semen dimulai di kaki gunung dan menyebar ke atas. Semakin ke atas, jalanan menyempit. Begitupun rumah. Semakin ke atas, bangunan berukuran semakin kecil. Setelah jalanan semen berakhir, kita akan menemukan jalanan lumpur berdebu dengan ilalang di sekitar. Ada sebuah rumah batako yang tak memiliki jendela. Disitulah A Long tinggal.

Di depan rumah kecil itu adalah daerah terbuka yang sangat besar. Ini adalah area utama dia menghabiskan sebagian besar waktunya. Satu hal yang sering dilakukannya adalah merangkul anjing yang ia sebut Lao Hei (Old Black / Blackie) yang jadi teman satu-satunya serta melihat jalanan dengan tetapan kosong.Meski begitu diabelajar sendiri me­nulis aksara China dan ge­mar berlatih kung fu.

Kedua orang tuanya pindah ke tempat itu enam tahun lalu se­jak ibu dan dirinya didiagnosa positif meng­idap HIV. A Long tinggal sen­diri di rumahnya. Segala kebutuhannya ia kerjakan sen­diri mulai dari mencuci baju, memasak dan sebagainya. Sesekali neneknya yang berusia 84 tahun datang me­ngi­riminya sayuran. A Long memasaknya dengan nasi dari kompor yang kayu­nya ia cari sendiri di hutan.Neneknya tinggal di rumah paman yang berjarak 15 menit berjalan kaki. Sesekali anak seusianya bermarga Liang datang bermain dengannya, meski tak sering. Liang adalah anak seorang pekerja sosial di desa itu.

A Long mendapat santunan dari pemerintah tapi hanya 77 yuan perbulan (sekitar Rp.133 ribu).Meskipun pemerintah telah memberikan jaminan sosial dan ditambah dukungan dari beberapa orang yang berbaik hati, ada hal-hal yang tak bisa dipenuhi. Misalnya pendidikan , pengobatan dan kasih sayang dari keluarga.A-Long masih memiliki kerabat,. Pemerintah setempat berharap kerabatnya dapat dibujuk untuk mengadopsinya. “Kehangatan keluarga dan perawatan anggota keluarga adalah sesuatu yang tidak dapat diberikan oleh yayasan sosial, ” kata petugas sosial yang rutin menjenguknya. Tapi sampai sekarang belum ada kerabat yang berkeinginan mengadopsinya.

Dia pernah bersekolah, tapi hanya satu semester saja. Para orangtua temannya berkirim surat kepada kepala sekolah meminta agar anak-anak mereka tak sekelas dengan A Long. Tentu saja hal itu membuat pihak sekolah merasa terjepit dan akhirnya melepaskan Along dari sekolah mereka. Awalnya dia tidak tahu kenapa pihak sekolah memperlakukannya seperti itu. Tapi yang dia pahami adalah banyak orang yang tak mau lagi mendekat padanya.

Ketika ayahnya meninggal dia tidak menangis. Hanya berkata pelan kepada nenek yang menjenguknya bahwa ayahnya tidak bergerak dan sepertinya menyusul ibunya ke surga. Semalaman dia menatap jasad ayahnya tanpa ekspresi. Setelah ayahnya meninggal, A-Long belum turun gunung lagi.

Kini sejak kisah dan foto-foto yang menyedihkan dari A Long muncul di media berita, mulailah berda­tangan bantuan para dermawan yang mengiriminya boneka, mainan, buku, dan sebagainya. Berita terkini diperoleh ada sepasang suami istri yang sudah berusia lanjut memutuskan untuk mengadopsi A Long dan juga anjingnya. Asosiasi Palang Merah setempat juga berniat akan menyediakan perawatan medis secara teratur untuk A Long. Sebenarnya masih banyak anak-anak seperti A Long bukan saja di China tapi di negara-negara lain dan bahkan di sekeliling kita. Hidup yang mereka jalani bukan kesalahan mereka. Anak-anak ini tidak akan pernah meminta atau ber­harap untuk hidup seperti ini.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36759

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :