Satu lagi bukti mengenai manfaat tidur bagi
kesehatan. Penelitian terbaru menunjukkan tidur yang berkualitas dan cukup bisa
membantu menstabilkan gula darah. Karena itu, orang yang menderita diabetes
disarankan untuk menata pola tidurnya.

Kurang tidur diketahui dapat berakibat atau mempunyai efek yang cukup
mengganggu bagi kesehatan tubuh manusia. Karena saat seseorang tidur, tubuh
akan melakukan detoksifikasi alami untuk mengusir racun dalam badan. Apalagi
bagi pasien diabetes. Sebuah penelitian terbaru menunjukkan, jika kurang
tidur, kadar glukosa darah makin meninggi dan akan lebih sulit mengendalikan
penyakitnya. Peneliti membandingkan 40 pasien diabetes tipe 2 dengan 531 orang
tanpa diabetes.

Para peneliti mengamati hubungan potensial
antara kualitas tidur, kadar glukosa darah, dan tindakan lain dalam
pengendalian diabetes. “Kami menemukan pada mereka dengan diabetes, ada
hubungan antara kurang tidur dan kadar glukosa yang lebih buruk,” kata pemimpin
penelitian Kristen Knutson, seorang asisten profesor di University of Chicago, Amerika
Serikat. “Kami tidak melihat hubungan itu pada orang tanpa diabetes,” tambahnya
seperti dikutip HealthDay.

Kesimpulan studi ini diterbitkan dalam edisi Mei jurnal Diabetes Care.
Penelitian sebelumnya telah menemukan beberapa hubungan antara diabetes dan
kualitas tidur. Knutson menuturkan, hal itu hanya sebuah keterkaitan, tidak
menyebabkan hubungan sebab dan akibat. “Ini menunjukkan bahwa pasien diabetes
lebih rentan terhadap efek gangguan tidur,” imbuhnya. “Tapi itu bisa dilihat
dengan cara baik. Bagi yang tidak mengontrol diabetes mereka, dapat mengalami
gangguan tidur lebih buruk daripada mereka yang melakukannya,” lanjut Knutson.

“Kita perlu melihat lebih dekat peran tidur dalam diabetes,” tambahnya. Untuk
penelitian ini, Knutson memantau pola tidur partisipan dengan monitor aktivitas
yang dipasang di pergelangan tangannya. “Jika dia banyak menggerakkan lengan,
berarti dia masih bangun,”tuturnya. Para peserta studi juga melaporkan kualitas
tidur mereka. Para peneliti menemukan bahwa
orang-orang dengan diabetes yang memiliki masalah tidur memiliki kadar 23 persen
lebih tinggi pada glukosa puasanya, 48 persen lebih tinggi kadar insulin puasa, dan
resistensi insulin 82 persen lebih tinggi daripada mereka dengan diabetes yang tidur
normal.

“Temuan ini cenderung merefleksikan apa yang dilihat dalam praktik klinis,”
kata Dr Joel Zonszein, Direktur Diabetes Center di Montefiore Medical Center, New York,
Amerika Serikat.

Namun, dia ungkapkan bahwa hasil tersebut tidak menjawab
pertanyaan ‘ayam-telur’. “Mereka tidak dapat memberi tahu kami apakah kadar
gula akan lebih tinggi karena tidur yang buruk atau pasien yang memiliki gula
lebih tinggi akan menderita gangguan tidur. Atau ada faktor lain yang menyebabkan itu,” ucap Zonszein.

Sering kali, Zonszein
mencatat, orang-orang dengan diabetes tipe 2 mengalami kelebihan berat badan
dan orang yang kegemukan umumnya dapat merusak kualitas tidur. Obesitas
diketahui terkait dengan penyakit apnea tidur ( pasien sering berhenti bernapas
pada malam hari dan kemudian terbangun). Menurut Zonszein dan Knutson, pesan
yang ingin disampaikan dalam studi ini adalah bahwa pasien diabetes harus
memperhatikan kualitas tidur mereka.

“Jika tidak ada penelitian tentang tidur yang telah dilakukan, mereka (pasien
diabetes) mungkin ingin bertanya kepada dokter (tentang apa yang harus
dilakukan,” kata Zonszein.

Mengurangi stres, yang lebih mudah diucapkan
daripada dilakukan, harus menjadi tujuan lain bagi pasien diabetes yang kurang
tidur. “Banyak orang yang stres, dan mereka tidak tidur dengan baik,”tambahnya.“ Jangan menunggu dokter untuk bertanya tentang waktu tidur,” kata Knutson.

“Orang dengan diabetes perlu memikirkan pola tidur dengan serius dan berbicara
dengan dokter tentang hal ini,” imbuhnya. Sementara itu, penelitian sebelumnya
menyebutkan, seseorang yang kurang tidur kurang dari enam jam sehari, memiliki
kemungkinan tiga kali lipat mengalami diabetes dan penyakit jantung. Studi yang
dilakukan tim peneliti dari Warwick Medical School dan State University of New
York, Buffalo, New York, Amerika Serikat telah menemukan fakta bahwa tidur
singkat berhubungan dengan peningkatan risiko pra-diabetik, yang dikenal dengan
istilah incident-impaired fasting glycaemia (IFG).

IFG berarti bahwa tubuh Anda tidak mampu mengatur kadar glukosa seefisien
seperti yang seharusnya dilakukan. Mereka yang mengalami IFG memiliki risiko
lebih besar menderita diabetes tipe 2, penyakit jantung dan stroke. Studi yang
mengamati data dari 1.455 partisipan yang terdaftar dalam Western New York
Health Study selama enam tahun ini diterbitkan dalam jurnal Annals of
Epidemiology. Semua partisipan berusia antara 35 hingga 79 tahun, dan mereka
menyelesaikan pemeriksaan klinis yang meliputi pengukuran tekanan darah, tinggi
badan, dan berat badan.

Mereka juga menyelesaikan kuisioner seputar kesehatan umum dan pola tidurnya.
Ketua tim peneliti di Warwick Medical School, Dr Saverio Stranges, mengatakan,
tidur kurang dari enam jam berhubungan erat dengan peningkatan risiko tiga kali
lipat mengalami IFG dibandingkan dengan mereka yang rata-rata tidur selama enam
hingga delapan jam dalam semalam. Studi ini adalah yang pertama yang mengamati
hubungan antara durasi tidur dan IFG. Menurut Stranges, ada beberapa cara di
mana kehilangan waktu tidur dapat memicu kekacauan metabolisme glukosa.

“Beberapa studi sebelumnya menunjukkan bahwa waktu tidur singkat mengakibatkan
kenaikan 28 persen tingkat nafsu makan yang merangsang hormon ghrelin yang
memengaruhi kebiasaan makan. Sejumlah studi lainnya juga menunjukkan bahwa
kurang tidur dapat menurunkan toleransi glukosa dan meningkatkan produksi
kortisol, yaitu hormon yang mempengaruhi tingkat stres,” imbuhnya.

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?36757

Untuk melihat artikel Kesehatan lainnya, Klik di sini.

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

____________________________________________________

Supported by :