Di Indonesia, sejak pagi, suara penyiar ini sudah terdengar di
jaringan radio Delta FM. Baik di Jakarta, Bandung, Surabaya, Manado dan
Makassar. Suara enak, wawasannya luas. Tak lama, penyiar berusia 41
tahun ini sudah berada di acara off air lainnya. Kadang sebagai moderator sebuah diskusi, MC acara maupun pemandu talk- show. Jangan heran menjelang hari Autisme tanggal 2 April seperti sekarang, dia diundang banyak pihak sebagai nara sumber.

“Saya bersyukur memiliki istri yang dapat ‘menghadirkan saya’ untuk
anak-anak meski saya sedang bertugas ke luar kota”, kata Muhammad Farhan
ketika bertemu di Senayan City, pada sebuah acara. Caranya? “Ketika
saya keluar kota, malam, dia mengajak anak-anak bergantian bicara dengan
saya lewat telepon” , katanya. Menurut Farhan, anak, sangatlah penting
bagi dirinya. Terlebih anak pertamanya, Ridzky menginjak remaja. Farhan
beristrikan Aryatri (Aya) dan memiliki dua orang anak. Muhammad Ridzky
Khalid (Ridzky) lahir di Jakarta 20 Juni 1999 dan anak kedua, Muhammad
Bisma Wibisana (Bisma). Anak pertama mereka, Ridzky didiagnosis autistik
sejak berumur setahun. Sedang Bisma, normal.

Siapa kah yang menginginkan anaknya terlahir dengan autistik ?
Dahulu, tak pernah terbersit sama sekali dalam pikiran penyiar kelahiran
Bandung ini, kehidupannya akan dihiasi dengan ribuan warna karena
Ridzky menyandang autistik. Memiliki anak autistik mengharuskan orang
tua bekerja dua kali lebih keras, terutama dalam mendidik dibandingkan
anak normal.

Namun bagi Farhan, walau menjadi ikon publik yang sangat sibuk,
kenyataan memiliki seorang anak penyandang autisme malah membuatnya
lebih aktif dalam bidang sosial. “Mendidik anak autistik butuh kesabaran
ekstra,” jelasnya. Di banyak kesempatan, dia tidak malu mengakui
anaknya penyandang autisme.

Awalnya, Farhan mengaku dia tidak dapat menerima kenyataan bahwa anak
pertamanya penyandang autisme. Perasaan marah, tidak bisa menerima,
bahkan rasa malu mengakui hal itu terjadi di keluarga adalah reaksi yang
wajar. Reaksi-reaksi tersebut timbul karena kita tidak siap menerima
kenyataan yang ada. Menurut Farhan, orangtua sering kali merasa
tertekan, putus asa, dan kehilangan harapan, terutama saat orangtua
membayangkan masa depan sang anak. Kadangkala, perasaan stress ini dapat juga menimbulkan rasa bersalah, terutama di pihak ibu.

Pada tahap depresi ini, orangtua cenderung murung, menarik diri dari
lingkungan sosial terdekat, dan kehilangan gairah hidup. “Kebanyakan
orang kalau mempunyai emosi tertentu akan dilontarkan atau dipendam
sendiri. Padahal, yang benar adalah dilepaskan,” katanya. “Namun
daripada menyesal dan berkutat pada kesedihan, lebih baik saya bangkit
untuk membantu perkembangan Ridzky,” tegas dia. Penyaji yang pernah
berduet lama bersama Indy Barens itu kemudian giat mencari informasi.

Dengan mendatangi setiap ahli yang kompeten di bidang autisme. Farhan
memperoleh begitu banyak pengetahuan mengenai salah satu kelainan di
bagian saraf otak ini. Tanpa kenal lelah, upaya terbaik dilakukan Farhan
untuk membuat kondisi Ridzky menjadi lebih baik. Salah satunya
memasukkannya ke sekolah khusus. Namun, perjuangannya tak mudah.

Masih Merepotkan

Untuk dapat menyesuaikan diri dengan sekolahnya, Ridzky sempat
mengalami kesulitan. Barulah di sekolah yang ketiga, anaknya bisa
beradaptasi dengan baik. “ Kira-kira abis duit satu Kijang Innova
karena pindah-pindah sekolah itu,” katanya sambil tersenyum. Kini Rizky
bersekolah di sekolah inklusi, dimana murid normal sekelas dengan
penyandang autistik atau cacat lainnya.

Kini, banyak perubahan yang terjadi pada diri anaknya dan Farhan
bersyukur atas anugerah itu. Walau begitu, dalam kesehariannya, Ridzky
masih dikategorikan merepotkan kedua orang tuanya. “Ketika saya tanya ke
Bisma, kalau satu sekolah sama kakak Ridzky, gimana? Waktu itu saya
deg-deg-an menanti jawabannya. Akhirnya dia jawab juga. Tahu gak apa
jawabnya? Bisma bilang; Mau sih, cuma kakak Ridzky masih suka aneh aja”
katanya menirukan Bisma.

Farhan yang sudah menerapi anaknya sejak berumur 1,5 tahun itu, sangat
menekankan pendidikan mengenai aturan dasar kemasyarakatan. Metode yang
diajarkan untuk anak autistik, setidaknya memberikan pengetahuan dasar
mengenai norma dan sopan santun yang sudah berlaku umum.

Aturan-aturan seperti memakai pakaian, cara makan yang benar, dan
pola membersihkan diri setelah dari kamar mandi diberikan untuk
mengantisipasi jika kelak dia menjadi dewasa tidak lagi bergantung pada
orang tuanya. “Tidak mudah bagi Ridzky untuk tahu di mana dia boleh
kencing. Sebelumnya, di sembarang tempat saja dia kencing,” kata Farhan.

Selain itu, penanganan khusus yang diberikan kepada Ridzky adalah,
menumbuhkan kepercayaan dirinya. Rata-rata orang tua dari anak autistik
sangat protektif karena sang anak sering menjadi bahan tertawaan
teman-temannya.

Bahkan, sebelum pengetahuan tentang autisme disosialisasikan, anak
autistik sering dipukuli kawan-kawannya. Itu yang sering menjadi alasan
mengapa banyak orang tua belum berani membiarkan anaknya berinteraksi
dengan lingkungan masyarakat. Padahal, sikap seperti itu justru
merugikan si anak. “Hal itu semakin membuat si anak terasing dari
lingkungannya,” papar Farhan.

Bagi Farhan, dengan membawa Ridzky ke tempat-tempat umum, seperti
pusat perbelanjaan dan kebun binatang, ada kemungkinan kepercayaan
dirinya meningkat sehingga mudah berinteraksi dengan lingkungan sosial.
Karena kegigihannya, tanpa disadari Farhan turut juga aktif dalam
berbagai kegiatan sosialisasi autisme.

Dia sering mengampanyekan aksi peduli anak autistik. Kepeduliannya
itu, selalu menjadi contoh dari beberapa sekolah khusus penyandang
autisme di Jakarta. Karena keaktifannya, Farhan ditunjuk sebagai Duta
Autisme. “Menjadi orang tua seorang individu autis adalah proses belajar
yang panjang. Anak-anak autis itu bukan untuk dikasihani, tapi perlu
dibantu, supaya bisa bersosialisasi dengan masyarakat. Sehingga
masyarakat juga tidak salah memberi penanganan,” ujarnya.

Dia tidak pernah menyesalkan keadaan Ridzky. Karena bagaimana pun
anak merupakan titipan Tuhan. “Yang penting harus ada solusi, supaya
masa depan mereka tidak suram. Saya tidak pernah mikirin penyebab tapi
solusi,” kata penyiar yang juga aktif mengurus klub sepakbola di Bandung
ini. Bersama istrinya, dengan melibatkan dua putranya, mengembangkan
bentuk kepedulian pada autisme lewat akun facebook Au-Tees By-Ridzky lewat desain kaos dunia autisme yang penuh warna.(Indah)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?36448

Untuk

melihat artikel Profil lainnya, Klik
di sini

Mohon
beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported

by :