Mantan
Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) yang juga Tokoh Petisi
50, Letjen (Purn) Kemal Idris, meninggal dunia di RS Abdi Waluyo Jakarta
dalam usia 87 tahun.

Menurut
keluarga almarhum, Kemal Idris meninggal dunia pada pukul 04.00 WIB Subuh
akibat komplikasi. Saat jenazah almarhum berada di rumah duka di Jalan Duta
Indah I No.11, Pondok Indah, Jakarta Selatan, dan rencananya akan dikubur siang
ini juga di pemakaman keluarga di Ciawi, Bogor.

Kemal
Idris adalah perwira yang memulai karirnya dari bawah sebagai tentara PETA
pada masa pendudukan Jepang. Dia sempat menjadi pelatih tentara PETA di Bali
bersama sahabatnya Mayor Daan Mogot. Dia dikenal sebagai pejuang dalam revolusi
kemerdekaan RI.

Mantan
Pangkostrad Achmad Kemal Idris digambarkan sebagai seorang prajurit (pangkat
terakhir Letnan Jenderal TNI AD) yang bertarung dalam revolusi. Mantan
Pangkowilhan dan Dubes
RI untuk Yugoslavia
merangkap YunaniIa, itu juga dijuluki ‘Jenderal Sampah’ karena setelah pensiun
mengelola usaha penanggulangan sampah.

Dalam sebuah bukunya yang ditulis H Rosihan Anwar bersama Ramadhan K.H., Ray
Rizal, dan Din Madjid, tahun 1996, Kemal Idris pernah memberi kesaksian
menarik, Dalam memoarnya pada hal 187-188, dia menulis lengkap kejadian bersejarah
pada 11 Maret 1966 itu : ” Pada pukul 23.00 malam ketiga Jenderal (Basuki
Rachmat, M. Yusuf, dan Amir Machmud, Red) itu kembali ke Kostrad dengan membawa
surat dari Bung Karno, yang isinya melimpahkan kekuasaan kepada Pak Harto. Saya
sempat membaca surat itu, yang
memberikan kekuasaan kepada Pak Harto untuk bertindak mengamankan situasi.
Setelah tugas dilaksanakan, kekuasaan dikembalikan kepada Bung Karno sebagai Presiden RI.
Surat itu dikenal
dengan nama Supersemar (Surat Perintah 11 Maret)”.

Sepanjang karier militernya, posisinya yang paling penting adalah ketika
pada 1967 dipercaya menjadi Pangkostrad. Di situlah dia berperan besar dalam
mendukung gerakan mahasiswa yang menentang Orde Lama.

Meski begitu, sesudah Soekarno turun, pemerintahan Soeharto pun cemas dengan
tindak tanduk Kemal Idris yang terkenal idealis dan suka bicara apa
adanya. Kemal Idris pun ‘dibuang’ Soeharto menjadi Duta Besar RI di
Yugoslavia merangkap Yunani.

Kemal sempat ditawari menjadi komisaris sejumlah BUMN dan menjadi anggota
MPR/DPR-RI, tapi semua itu ditolaknya, dengan alasan sederhana, “Saya tidak
berbakat”.

Pada tahun 80’an ia bersama sejumlah tokoh termasuk Ali
Sadikin, Kemal mendeklarasikan Petisi 50, organisasi yang banyak mengkritisi
kebijakan Soeharto.

Untuk Share Artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?35256

Untuk

melihat artikel Jakarta lainnya, Klik

di sini

Klik

di sini
untuk Forum Tanya Jawab


Mohon beri
nilai dan komentar
di bawah artikel ini

______________________________________________________


Supported by :