Tattoo atau seni rajah tubuh dari masa ke masa terus mengalami perubahan nilai. Di Indonesia, seni tattoo sudah dimulai dalam tradisi masyarakat ratusan tahun lalu.

Ketika itu, tattoo adalah simbolistis atas makna tertentu. Bagi masyarakat Dayak Kayan, kegiatan merajah tubuh adalah sebuah penghormatan bagi leluhur. Di Suku Dayak Kenyah, mereka memberi tattoo kepada seorang wanita ketika memasuki masa haid lengkap dengan  upacara adat. Tattoo juga dapat menggambarkan status sosial seseorang seperti yang dilakukan masyarakat suku Dayak Iban.

Sebagian masyarakat moderen masih menilai tattoo selalu berhubungan dengan hal yang negatif. Tetapi seiring berjalannya waktu, tattoo mengalami pergeseran nilai yakni sebagai bagian dari gejala mode.

Jika pada jaman dahulu tattoo hanya digunakan sebagai pelengkap kebudayaan, kini tattoo  sudah mengalami perubahan pesat. Berbagai macam tema, mulai dari gambar, simbol, tulisan inisial sampai nama, bahkan replika foto dituangkan pada bagian atas kulit tubuh menjadi karya seni yang cukup indah.

Tattoo = Identitas

Tiga Setia Gara, presenter sekaligus entertainer yang mengaku memiliki tatto di setengah tubuhnya, menilai tattoo adalah sebuah identitas. Dia mengaku telah mentattoo tubuhnya sejak di bangku kelas 2 SMP (Sekolah Menengah Pertama).

Awalnya, Tiga memiliki tattoo kecil dipunggung, yang kini dia “cover up” menjadi sayap besar. Setelah itu, dia terus menambah tattoo di beberapa bagian tubuhnya. Kini bagian  punggung Tiga sudah penuh tattoo, begitu juga dengan tangan kanan dan kirinya.

Bagi Tiga, tattoo bukanlah sesuatu yang menyeramkan, meskipun masih banyak kalangan yang menilai tattoo negatif, bahkan gadis yang kerap tampil nyentrik ini tidak mempedulikan
anggapan orang tentang tattoonya.

Menurut Tiga, tattoo yang ada di tubuhnya merupakan gambar semua kejadian penting yang pantas diabadikan.

Gadis kelahiran 11 Februari 1988 ini ingin membuktikan, bahwa ‘orang bertattoo’ bukan berarti preman. Tentu saja untuk membuktikan itu bukanlah hal mudah, mengingat adat ketimuran masih begitu kental di Indonesia. Pembuktian pertama ia lakukan kepada keluarga. Orangtuanya pernah keberatan, tapi seiring berjalannya waktu, akhirnya mereka bisa menerima.

“Pastinya tidak mudah, tapi semua bisa berjalan baik, dengan komunikasi dan bahasa tubuh  yang baik. Saya tetap membuktikan, kalau tattoo bukan masalah untuk masa depan saya, dan akhirnya orangtua mengerti,” ungkap Tiga.

Tidak ada perawatan khusus yang dia lakukan untuk merawat tattoonya, hanya saja ia mengaku menjauhi krim pemutih yang memang tidak boleh dipakai untuk kulit bertattoo. Sebagian besar tattoo yang tertoreh di tubuhnya merupakan semua peristiwa bersejarah yang menurutnya pantas diabadikan, bahkan ia mengaku tidak akan pernah bosan dan menyesal karena mencoret-coret sebagian tubuhnya.  (pipit)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?35014

Untuk

melihat artikel Mode & Gaya lainnya, Klik

di sini

Klik

di sini
untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar
di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported

by :