Tanpa sepengetahuan kami, istriku sudah pindah ke California
pada Desember 2007 dan tiga setengah bulan tinggal di resort pantai
Newport Beach, hanya 40 kilometer dari apartemen kami, tapi dia sama
sekali tidak menghubungi kami.

Lalu pertengahan Maret 2008, dia tiba-tiba muncul di pintu apartemen
kami dan menuntut ingin melihat anak-anak, tapi anak-anak menolak.
Empat hari kemudian dia mengajukan petisi pada pengadilan California
menuntut hak wali anak-anak.

Awalnya Hakim memperhatikan tuntutan tersebut, namun begitu Hakim
mempelajari latar belakang kasus dan alasan mengapa kami lari dari Bali,
istriku malah pergi meninggalkan California daripada menghadapi
pertanyaan hakim.

Pada 2008 Mahkamah Agung mengeluarkan putusan bahwa kami dinyatakan
cerai atas dasar perkawinan tahun 1985 di Los Angeles. Diputuskan juga
bahwa dokumen-dokumen yang didapat istri saya tahun 1996 cacat dan
diperoleh dengan cara melawan hukum.

Namun, dia tetap ngotot dan menempuh segala macam cara untuk
menghalangi usaha penyelesaian apa pun. Bahkan dia menolak segala
kewajibannya sebagai ibu dalam hal kesejahteraan anak-anak, dengan
alasan anak-anak telah menjadi warga negara asing.

Jelas aku sedang berhadapan dengan seorang wanita yang teramat buta
hati. Bagaimana mungkin seorang Ibu tega memalsukan semua dokumen untuk
merebut harta dan memisahkan anak-anak dari ayah kandungnya sendiri?

Dia menyiapkan penipuan sebelum kelahiran anaknya, menciptakan dysfunctional
rumahtangga selama 14 tahun masa kecil anak-anaknya, mengajukan
perceraian didasarkan penipuan, dan menolak setiap tawaran mediasi. Apa
tujuannya? Tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mendapat kontrol
sebanyak 100 persen atas harta keluarga dan demi itu dia mengorbankan
anak-anaknya.

Tetapi dia dilindungi oleh sistem hukum di Bali yang terdiri dari
oknum polisi, penuntut umum, pengadilan dan malah koran yang
berkerjasama untuk menutupi perbuatan mafia hukum yang secara rutinitas
mengorbankan investor-investor asing di Bali.

Saya melapor kasus ini pada Mabes Polri di Jakarta pada Februari 2009
dan mengajukan laporan polisi baru karena Keterangan Palsu di Sidang
(Ps242 KUHP) dengan Polda Bali. Selama satu
tahun Polda Bali lagi gagal untuk menyelidiki. Mabes Polri sendiri sudah
mengadakan rapat internal terkait tindakan oknum-oknum polisi di Polda
Bali.

Maret ini anak lelaki saya akan berumur 17 tahun, umur yang layak
mengajukan perkara pada pengadilan di Indonesia. Anak-anakku tak lagi
punya kenangan indah mengenai ibu mereka. Sebetulnya aku merahasiakan
peristiwa ini di depan anak-anak, tapi mereka mengalami sendiri
bagaimana mereka dibohongi, diancam, dipaksa untuk melarikan diri dari
rumah kami, ditelantarkan, dan akhirnya diabaikan.

Sementara ibu mereka merenggut semua harta keluarga, kami hanya
tinggal di aparteman kecil dengan status nyaris miskin di Los Angeles.

Anak-anak dan saya ingin jawaban dan pemecahan tentang penipuan ini,
tetapi ibu mereka terus menolak berbicara dengan kami. Jika dia terus
mengabaikan mereka, anak lelaki saya siap setelah hari ulang tahunnya
untuk menggugat perkara sipil dan perkara pidana di Indonesia terhadap
ibunya dan terhadap Polda Bali.

Akhir Maret ini aku bermaksud kembali ke Indonesia. Aku akan
mengadukan kasus ini ke instansi-instansi terkait. Seorang teman di
Mabes Polri mendukung upayaku dan mereka akan menyediakan perlindungan
penuh.

Kali ini aku bukan sekedar mengurus pengaduan kepada mantan istriku,
tapi aku juga berupaya mencari keadilan, atas dugaan praktik mafia
hukum di lingkungan Polda Bali.

Selesai

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?34697

Untuk
melihat Berita Indonesia / Kisah lainnya, Klik
disini

Klik disini
untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar
di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported
by :