Membaca tulisan-tulisan Romo
Mutiara Andalas, seperti membaca kejernihan mata air. Bening dan
menyejukan. Penulis buku Politik: Agama dan Politik di tengah Krisis
Kemanusiaan ini seperti tak pernah kehabisan metafora dalam kalimatnya.
Ini menandakan sosoknya memiliki kedalaman fikir yang kadang jauh
melampui masanya.

Ditengah kesibukannya menyelesaikan sebuah buku berjudul Dari New
York Sampai Jakarta: Politik Teror, Illah Kekerasan, dan Allah Korban,
Romo Andy, panggilannya akrabnya, masih sempat menjawab
pertanyaan-pertanyaan Kabari seputar hal-hal kekinian.

Berikut petikannya :

Kabari : Sejauh mana makna Natal sudah menghinggapi hati manusia dewasa ini?

Romo Andy : Silahkan
perhatikan anak-anak. Mereka ceria saat menghias pohon Natal.
Kegembiraan terpancar pula saat mereka melantunkan Feliz Navidad.
Mereka berdiri lama memandangi bayi Yesus di palungan. Perjumpaan
dengan Santa Claus merupakan bahasa sederhana anak mengalami Allah yang
Maha Baik. Pencarian makna Natal berlanjut saat anak beranjak dewasa. Sebagaimana
Max Lucado pernah menuliskannya, “Hanya mereka yang mencari Allah
menemukannya.” Beberapa hari lalu kesyahduan menyelimuti saya saat
menyaksikan konser Natal Andrea Bocelli di televisi. Kita perlu belajar
dari penyanyi yang memberikan sentuhan baru pada lagu-lagu Natal
tradisional.

Kabari : Apakah makna Natal sesungguhnya yang disampaikan oleh ajaran Kristiani?

Romo Andy : Allah
peduli dengan kita yang hidup di palungan penderitaan. Ia bukan
pengamat yang berdiri jauh dari pergumulan hidup kita. Dalam perayaan
Natal kita sungguh merasakan penyertaan Allah dalam hidup kita.
Sebagaimana dalam doa Bapa Kami, kita menyapa Allah sebagai Abba.

Kabari : Kekuatiran kebanyakan umat manusia tentang akan datang kiamat tahun 2012, bagaimana seharusnya orang beriman bersikap?

Romo Andy : Dalam
perjalanan dengan bus kota menuju Berkeley, dua orang mahasiswa naik
dari sebuah halte. Seorang dari mereka duduk di sebelah saya, sementara
temannya berdiri dekat pintu keluar. “Mengapa engkau melelahkan kakimu
dengan berdiri?” Dengan mimik muka serius ia menjawab, “Jika bus
tiba-tiba kecelakaan, aku segera melompat keluar.” Sambil mengelengkan
kepala, sahabatnya berujar, “Kekhawatiran telah menghantui hidupmu.”
Mendiang Paus Yohanes Paulus II bertutur, “kehidupan seorang beriman
Kristiani berawal dan berakhir dengan Allah.” Saya memaknai akhir zaman
sebagai saat perjumpaan dengan Pencipta daripada sebagai keruntuhan
dunia sebagaimana ditampilkan secara dahsyat dalam film 2012
.

Romo Andy sejak kecil kagum dengan kisah-kisah inspiratif seperti
yang ditulis HC. Andersen. Beliau bahkan menganalogikan kabahagian masa
kecilnya bersama sang Ibu seperti kisah The Ugly Ducking. Semasa kecil
beliau juga lebih banyak tenggelam dengan buku-buku bacaan ketimbang
duduk di depan televisi.

Kabari : Menurut Anda, dengan melihat gejala-gejala alam Apakah memang kiamat sudah semakin mendekat?

Romo Andy : Kita
ciptaan yang berkemampuan memaknai peristiwa kehidupan. Luangkan waktu
sejenak untuk berkunjung ke situs pergaulan seperti Facebook atau
Twitter. Para penggunanya memaknai saat hidup dalam beberapa baris
kata, bahkan terkadang mencukupkan diri dengan emoticon.
Film 2012 menjadi awalan, bahkan acuan obrolan mengenai akhir zaman.
Sebagian pemeluk kristiani menghubungkan bencana-bencana alam
belakangan dengan tanda-tanda yang mengawali akhir zaman sebagaimana
tercantum dalam kitab suci.
Beberapa pakar ilmu ketuhanan memusatkan karir akademik pada
perkara-perkara akhir (eschatology). Saya lebih risau tentang
menyelamatkan kehidupan ciptaan yang dapat berakhir jika terlambat
bahkan hanya satu detik daripada berspekulasi tentang waktu akhir zaman.

Kabari : Apakah sebetulnya tantangan orang beriman dalam menghadapi situasi dan kondisi global saat ini?

Romo Andy : Laju
persoalan barangkali lebih cepat tanggapan komunitas beriman. Meskipun
demikian, kita jangan menyurutkan langkah, apalagi menghentikan tangan
keterlibatan. Komunitas agama memiliki peran dalam gerakan global
menciptakan dunia yang semakin menjunjung nilai-nilai perikemanusiaan.
Leonardo Boff, pakar ilmu ketuhanan dari Brasil, bertutur, “kita dapat
menari di dunia karena dunia merupakan panggung kemuliaan Allah dan
ciptaan-Nya.”

Kabari : Bagaimana dengan peran dan tanggung jawab otoritas Gereja?

Romo Andy : Sekte-sekte akhir zaman merangsang libido spiritual pengikutnya dengan petaka akhir zaman.
Persoalannya semakin pelik karena institusi agama pun terkadang
tergelincir dalam spekulasi waktu akhir zaman berdasarkan penafsiran
sembrono terhadap teks kitab suci. Pemimpin komunitas bahkan mengaku
telah menerima jatah tempat di surga. Otoritas agama perlu menjejakkan
kaki komunitasnya kembali untuk beriman sekarang dan di sini.

Lahir di Lubuk Linggau 16 November 1974, Romo Andy menyeselesaikan
studinya di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta dan Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Sekarang Romo Andi tengah sibuk menyelesaikan
program doktoral di Jesuit School of Theology of Santa Clara
University. Romo Andi kerap memberikan pendampingan kepada para korban
kekerasan, termasuk para korban tragedi Mei 1998.

Kabari : Bagaimana pendapat Anda tentang keberagaman di Indonesia baik budaya dan Agama?

Romo Andy : Saya
melayani komunitas beriman katolik di sekitar Bay Area yang sebagian
mengungsi dari Indonesia pascatragedi Mei 1998. Saya berharap kita
semakin berjalinan tangan menciptakan Indonesia baru tanpa kekerasan
dan diskriminasi rasial. Geliat positif, terutama di kalangan orang
muda, mendalami dialog antarbudaya dan antaragama pantas menerima
acungan jempol. Kita hendaknya semakin tumbuh komitmennya membela
kehidupan korban, menghargai keberagaman budaya, dan hidup damai dengan
komunitas beriman lain.

Kabari : Apakah tantangan terbesar kaum beriman Indonesia di Amerika dalam menghadapi tantangan tinggal di Amerika?

Romo Andy : Amerika
masih perlu membenahi dirinya agar semakin menjadi rumah untuk semua
yang tinggal di dalamnya. Kehadiran aktif kaum beriman Indonesia di
Amerika harapannya turut melukis warna pelangi di sini. Saya tersentuh
dengan uluran solidaritas komunitas katolik Indonesia di sekitar Bay
Area kepada korban bencana alam dan kemanusiaan di Indonesia. “Mereka
saudara-saudari kita,” tutur mereka.
Para sahabat di sini perlu menjajaki kemungkinan sumbangan intelektual demi kemajuan pendidikan Indonesia.

Kabari : Apa sajakah suka duka menjadi seorang pelayan Tuhan?

Romo Andy : Komunitas
membuka hati kepada saya untuk mendampingi peziarahan iman mereka.
Kedua tangan saya seringkali gagal menjangkau hati semua umat
.

Romo Andy mengungkapkan dirinya sungguh mengagumi orang-orang
sederhana yang penuh kearifan. Di kamarnya terdapat poster Mahatma
Gandhi dan di rak bukunya banyak terdapat buku-buku kehidupan
orang-orang arif seperti Teresa Calcutta, Dalai Lama, Aung San Suu Kyi,
Hillary Clinton, Rigobertha Menchu, para ibu Plaza de Mayo, Maria
Sumarsih dan Suciwati.

Biografi Singkat
Nama : Patrisius Mutiara Andalas.
Lahir : Lubuk Linggau, 16 November 1974.
Pendidikan : Alumnus STF
Driyarkara Jakarta dan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; mahasiswa
doktoral di Jesuit School of Theology of Santa Clara University.
Karya : Politik: Agama dan Politik di tengah Krisis Kemanusiaan
(Jakarta: Libri, 2008); Lahir dari Rahim: Wacana Perempuan Asia tentang
Allah di Era Globalisasi (Yogyakarta: Kanisius, 2009); Just For You:
Mutiara-mutiara Kehidupan (Yogyakarta: Kanisius, 2009); Dari New York
Sampai Jakarta: Politik Teror, Illah Kekerasan, dan Allah Korban
(segera terbit).

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?34150

Untuk melihat Berita Amerika / Amerika / Profiles lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :