Sesungguhnya gerakan politik masyarakat etnis Tionghoa dalam
berbangsa dan bernegara telah lama tumbuh bersamaan dengan kesadaran
pemuda-pemuda pribumi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sejarah mencatat pada
tanggal 28 Oktober 1928, ditengah-tengah acara Sumpah Pemuda untuk menyatakan
kebulatan tekad para pemuda menjadi satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air
Indonesia,
dimana untuk pertama kalinya juga dikumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya,
terdapat pemuda–pemuda etnis Tionghoa turut serta.

Tak kalah menariknya adalah peran media atau koran-koran
Melayu Tionghoa yang banyak memuat tulisan-tulisan para pemimpin pergerakan. Media
Melayu Tionghoa kala itu memang secara tersirat jelas lebih memihak kepada
pergerakan menuju kemerdekaan RI. Mereka banyak memberi kesempatan kepada tokoh-tokoh
pergerakan untuk menuangkan pikiran-pikiran nasionalisnya.

Akhirnya pada tahun 1928 itu juga para pemimpin pergerakan
tersebut bersepakat bahwa mulai saat itu, mereka hanya akan menggunakan sebutan
Tionghoa sebagai pengganti kata Cina
yang mengacu kepada “Cina kunciran”.

Lalu pada tahun 1932, untuk pertama kalinya etnis Tionghoa mendirikan  partai poltik yang tujuannya mendukung gerakan
kemerdekaan. Partai itu berdiri di Surabaya dengan
nama Partai Tionghoa Indonesia
(PTI) di bawah pimpinan Liem Koen Hian. Liem  Liem Koen Hian  dikenal sebagai nasionalis yang vocal.   Dia memiliki
visi dan misi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda.

Pada awal masa pendudukan Jepang ada juga sebauh oragnisasi bawah tanah yang
bertugas melakuakn berbagai sabotase untuk menganggu pendudukan Jepang di
Indonesia. Organisasi ini bernama Organisasi Rahasia Chungking atau nama
lengkapnya Chung Yang Hai Wei Ting Chin yang bermarkas di kotaMalang di bawah
pimpinan Yap Bo Chin. Jumlah anggota ini mencapai ribuan dan tersebar di
seluruh pulau Jawa.  Banyak aksi sabotase
yang berhasil dilakukan organisasi ini, antara lain pembongkaran rel kereta api
dan pemutusan jaringan telpon di lapangan terbang serta informasi-informasi
lainnya yang berhasil disampaikan kepada pemerintah Tiongkok di Chungking.
Organisasi ini akhirnya berhasil dibongkar pihak intelijen Jepang dan kedua
pemancar radionya berhasil disita, tetapi pemimpinnya Yap Bo Chin berhasil
meloloskan diri.

Lalu menjelang proklamsi tahun 1945, ada empat orang etnis Tionghoa turut serta
merancang UUD RI dan menjadi anggota Dokuritu
Zunbi Tyoosa Kai
atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) dan seorang menjadi anggota Dokuritu Zunbi Inkai atau
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Pada masa perjuangan bersenjata untuk mempertahankan kemedekaan, tidak boleh
dilupakan peranan etnis Tionghoa, antara lain dalam membantu supplai
bahan-bahan makanan dan menyelundupkan senjata dari Singapore untuk keperluan para
gerilyawan.

Organisasi Bawah Tanah

Dalam pertempuran Surabaya
melawan pasukan Inggris pada bulan November 1945, tidak sedikit peranan
pemuda-pemuda Tionghoa. Wartawan “Merah Putih” yang terbit di Jakarta
menyatakan di Surakarta mengenai kunjungannya ke medan pertempuran Surabaya
antara lain, seorang pemimpin Tionghoa telah berpidato di depan corong Radio
Surabaya tentang kekejaman yang dilakukan tentara Inggris terhadap rakyat
Surabaya. Pidato tersebut ditujukan kepada pemerintah Tiongkok di Chungking,
dan sebagai jawabannya Radio Chungking menyerukan kepada para pemuda Tionghoa agar
bahu membahu bersama rakyat Indonesia melawan keganasan tentara Inggris. Seruan
ini akibat pemboman pasukan Inggris yang mengakibatkan lebih dari seribu orang
Tionghoa menderita luka-luka dan meninggal dunia. Menyambut seruan tersebut
pemuda-pemuda Tionghoa mengorganisasikan diri ke dalam pasukan bela diri di
bawah bendera Tiongkok. Mereka merebut senjata dan berangkat ke front
pertempuran untuk melawan pasukan Inggris.

Berkenaan dengan pertempuran Surabaya,
pada tanggal 12 November 1945, Bung Karno mengucapkan pidato antara lain :


“Ratusan orang Tionghoa dan Arab yang tidak bersalah dan suka damai, yang
datang di negeri ini untuk berdagang, terbunuh dan luka-luka berat. Kurban di
pihak Indonesia
lebih banyak lagi. Saya protes keras terhadap pemakaian senjata modern, yang
ditujukan kepada penduduk kota
yang tidak sanggup mempertahankan diri untuk melawan”.

Kiprah Politik dan Diplomatik

Demikian juga perlu dicatat peranan etnis Tionghoa dalam perjuangan politik
untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada kabinet Sjahrir ke-2, Mr.Tan Po Gwan
diangkat menjadi Menteri Negara Urusan Tionghoa. Ketika Amir Sjarifoeddin
membentuk kabinetnya, Siauw Giok Tjhan diangkat menjadi Menteri Negara yang
mewakili etnis Tionghoa dan Dr.Ong Eng Die dari PNI sebagai Wakil Menteri
Keuangan. Dalam perundingan di kapal USS- Renville di Teluk Jakarta, Dr.Tjoa
Siek In ditunjuk menjadi anggota delegasi, demikian juga dalam Konperensi Meja
Bundar (KMB) di Den Haag, Dr.Sim Kie Ay diikut sertakan oleh Drs.Moh.Hatta
sebagai anggota dan penasihat delegasi RI.

Sebagai hasil KMB dibentuk pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
pada tanggal 15 Pebruari 1950 dibentuk parlemen. Enam orang di antara anggota
parlemen RIS adalah peranakan Tionghoa. Dua orang mewakili pemerintah Republik
yaitu Siauw Giok Tjhan dan Drs.Yap Tjwan Bing, seorang mewakili Negara
Indonesia Timur yaitu Mr.Tan Tjin Leng, dua orang mewakili Negara Jawa Timur
yaitu Ir.Tan Boen Aan dan Mr.Tjoa Sie Hwie dan Tjoeng Lin Sen mewakili Negara
Kalimantan Barat.

Di masa Demokrasi Parlementer (1950-1959), delapan orang etnis Tionghoa menjadi
anggota DPRS yaitu : Siauw Giok Tjhan, Tan Boen Aan, Tan Po Gwan, Teng Tjin
Leng, Tjoa Sie Hwie, Tjoeng Lin Sen (pada bulan Agustus 1954 diganti Tio Kang
Soen), Tjung Tin Jan dan Yap Tjwan Bing (pada bulan Agustus 1954 diganti Tony
Wen alias Boen Kim To).`

Di dalam kabinet Ali Satroamidjojo I Dr.Ong Eng Die ditunjuk menjadi Menteri
Keuangan dan Lie Kiat Teng menjadi Menteri Kesehatan. Dalam DPR hasil Pemilihan
Umum tahun 1955 terpilih beberapa orang etnis Tionghoa yaitu Oei Tjeng Hien
(Masjumi), Tan Oen Hong dan Tan Kim Liong (NU), Tjung Tin Jan (Partai
Katholik), Lie Po Joe (PNI), Tjoo Tik Tjoen (PKI) dan Ang Tjiang Liat
(Baperki). Sedangkan di Konstituante terpilih sebagai anggota antara lain Siauw
Giok Tjhan, Oei Tjoe Tat, Yap Thiam Hien, Go Gien Tjwan, Liem Koen Seng, Oei
Poo Djiang-kesemuanya dari Baperki, Tony Wen dari PNI, Oei Hay Djoen dan Tan
Ling Djie dari PKI.

Di masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), Siauw Giok Tjhan ditunjuk menjadi
anggota DPR-GR mewakili golongan fungsional. Kemudian dalam Kabinet Kerja
ke-IV, Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan, Oei Tjoe Tat
diangkat menjadi Menteri Negara diperbantukan kepada Presiden RI dan David Gee
Cheng diangkat menjadi Menteri Ciptakarya & Konstruksi dalam Kabinet
Dwikora yang disempurnakan. (berbagai sumber)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33337

Untuk melihat Berita Indonesia / Khusus lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket