Jika Anda berusia antara 30-50 tahun dan gemar membaca buku
cerita silat, pasti Anda familiar dengan nama Kho Ping Hoo (KPH), seorang
penulis cerita silat terkenal kelahiran Sragen, Jawa Tengah yang bernama lengkap
Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo.

Hampir selama tiga dekade yakni sejak tahun 60-an hingga
80-an, cerita silat (cersil) Kho Ping Hoo begitu fenomenal. Ketika itu,
terutama pada di saat  Orde Baru
berkuasa, karya-karya Kho Ping Hoo bahkan menjadi semacam ‘pelajaran budaya’
bagi keturunan Tionghoa Indonesia.  Sebab
jaman itu, kebudayaan Tionghoa diberangus pemerintahan Orba.

Keturunan Tionghoa ketika itu banyak yang merasa bisa melepas
dengan tanah leluhur berkat karya-karya KPH. Meskipun data dan lokasi dalam
cersil itu banyak yang tidak sesuai kenyataan.

Photobucket

Siapa Kho Ping Hoo?

Kho Ping Hoo terlahir di Sragen, pada 17 Agustus 1926 dari
keluarga Tionghoa peranakan. Ping Hoo hanya mengecap bangku sekolahan sampai
kelas I HIS (Hollandsche
Inlandsche School),
namun minat baca dan keinginannya untuk menulis tinggi. Setelah gonta-ganti
pekerjaan, akhirnya dia mulai menulis cerita pendek sejak tahun 1952. Pada
tahun 1958, cerpen pertamanya dimuat di majalah terbesar Indonesia saat itu, Star Weekly.
Nampaknya, hal inilah yang mendorongnya untuk mengembangkan bakat
kepenulisannya. Namun, Ping Hoo tidak memilih menulis cerpen biasa, tapi
menciptakan cerita silat.

Kenapa memilih cerita silat, Kho Pingho ketika itu
beranggapan dia tak akan mampu bersaing menjadi cerpenis sastra atau semacamnya.
Sementara jumlah penulis cerita sulit masih sangat sedikit. Jadi peluang
keberhasilnnya lebih terbuka.

Photobucket

Soal persilatan dikenal Ping Hoo dari ayahnya yang mengajari
silat keluarga kepadanya sejak kecil. Cersil perdananya, Pedang Pusaka Naga
Putih, dimuat bersambung di majalah Teratai, majalah yang didirikannya bersama
beberapa pengarang lain. Cersilnya segera populer, apalagi setelah Ping Hoo
menerbitkannya dalam bentuk buku saku.

Penerbit Gema di Solo adalah penerbitan yang dibangunnya
sendiri dan jadi penerbit tunggal cerita-cerita silat dan novelnya hingga kini.

Berbeda dengan umumnya penulis cersil masa itu, seperti Gan
Kok Liong yang menerjamahkan karya fenomenal “Golok Pembunuh Naga (To Liong To)”,
 KPH justru sama sekali tak bisa baca dan
menulis aksara China.
 Dia mengarang sendiri dengan meramu
fantasi dan pengetahuannya.  Hasilnya sungguh
luar biasa.

Setidaknya ini dikatakan sendiri oleh Gan Kok Liong mengenai
sosok KPH, “Dia lebih hebat dari saya, dia tak bisa menulis dan membaca aksara China,
tapi bakat menulisnya benar-benar luar biasa dan sulit ditandingi.” kata Gan Kok
Liong.

Karya-Karya Kho Ping Hoo

Sepanjang 30 tahun karir menulisnya, KPH dikabarkan telah
menulis lebih dari 400 judul buku menurut majalah Forum yang dimuat pada tahun
2000.

Karyanya yang fenomenal adalah serial “Bu Kek Siansu” yang terdiri dari 17
judul, mulai dari judul “Bu Kek Siansu” hingga “Pusaka Pulau Es”.
 Luar biasanya, energi KPH seolah tak
pernah habis, bayangkan dari setiap satu judul serial tersebut bisa terdiri
dari 18 sampai 62 jilid!

Photobucket

Dia bahkan bisa menjaga alur cerita tanpa merasa kehabisan
bahan sedikitpun. Tokoh Suma Han dalam serial “Bu Kek Siansu” terus bersambung
hingga ke anaknya si tokoh, yakni Suma Kian Bu dan Suma Kia Lie. Bahkan hingga
ke cucu murid sang tokoh dalam judul terkahir “Pusaka Pulau Es”.

Selain itu, patut pula disebut serial lain, seperti
“Pedang Kayu Harum” dan “Pendekar Budiman”. Untuk karya
berlatar Jawa, Ping Hoo terkenal dengan beberapa karyanya, seperti “Darah
Mengalir di Borobudur” dan “Badai di Laut Selatan”. “Darah
Mengalir di Borobudur” bahkan pernah dipentaskan berulangkali dalam bentuk
sendratari Jawa dan disiarkan dalam bentuk sandiwara radio.

Selama 30 tahun berkarya, Ping Hoo menghasilkan lebih dari seratus judul karya.
Angka pastinya masih jadi persoalan. Peneliti sastra peranakan, Leo
Suryadinata, mencatat 120 judul, sedangkan Majalah Forum mencatat lebih banyak
lagi, 400 judul cerita berlatar Tiongkok dan 50 judul berlatar Jawa.

Pada Jumat, 22 Juli 1994, serangan jantung telah membawanya
menghadap Sang Pencipta secara tiba-tiba.

CV Gema, percetakan milik KPH masih berdiri di Jalan Mertokusuman,
Solo, Jawa Tengah. Sekarang percetakan tersebut dipegang oleh salah satu anaknya.(berbagai sumber)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33149

Untuk melihat Berita Indonesia / Khusus lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket