Bisnis ayam bakar berkembang
bak jamur di musim hujan. Pasalnya, usaha ini hanya membutuhkan modal
kecil dan menghasilkan untung besar jika ditekuni.

Seperti
halnya warung Ayam Bakar Mas Mono. Menunya memang sederhana dan
terlihat sepele. Hanya ada ayam bakar legit sedikit pedas, nasi putih
hangat, dua iris mentimun, daun kemangi, kol, dan sambal merah. Namun,
dengan menu ini, Ayam Bakar Mas Mono mampu beranak pinak hingga
memiliki 10 cabang, delapan diantaranya terdapat di Jakarta dan dua di
Madiun, kampung kelahiran Mono.

Semula, Agus Pramono atau
yang akrab disapa Mas Mono mengawali usahanya sebagai penjaja gorengan
dari kampung ke kampung. Keuntungannya sangat kecil. Di benaknya hanya
ada satu pemikiran untuk berjualan menu yang bisa diterima segala
lapisan masyarakat. “Tercetuslah ide berjualan ayam bakar. Terlebih
kebutuhan pada masa itu semakin meningkat, tidak ada motivasi
macam-macam selain desakan ekonomi yang semakin tinggi.”ujar Mono.
Dibantu istrinya, Mono lantas membuka warung ayam bakar kalasan di
depan Universitas Sahid Jakarta pada tahun 2000. Kala itu, modalnya
hanya Rp 500.000 yang digunakan untuk membeli 5 ekor ayam, bumbu
lalapan, dan beberapa peralatan memasak. Waktu itu ia menjual sepotong
ayam bakar plus nasi putih dan sambel lalapan dengan harga Rp 5000.
“Saya pengusaha yang tidak punya utang jadi hanya dengan modal dengkul
dan duit 500 ribu, saya mulai dengan berjualan ayam bakar.” katanya
menekankan.

“Dulu, di depan Universitas Sahid, pelanggan
saya cukup banyak, sehingga saya senang berjualan disana. Tapi kemudian
tempat itu digusur dan saya terpaksa pindah. Ketika itu saya dapat
tempat di daerah Tebet, di tempat itu usaha saya semakin berkembang dan
mulai ada rencana membuka cabang. Padahal saat masih di depan
Universitas Sahid, enggak kepikiran sama sekali mau buka cabang. Jadi
ini saya anggap anugerah dari Tuhan yang harus saya syukuri”. papar Mono

Seiring
bertambahnya pelanggan, Mono pun mulai merekrut karyawan. Dalam
mengelola warung dia menerapkan standar restoran papan atas, seperti
karyawan tidak boleh berkuku panjang, berambut gondrong, dan tidak
berkumis serta berjenggot. “Ini berdasarkan pengalaman saya saat
bekerja menjadi karyawan mulai dari tukang cuci hingga manajer restoran
fast food,” tambahnya.

Mengandalkan racikan bumbu sang
istri yang hobi memasak, kini Mono mampu mendongkrak penjualan ayam
bakarnya dari 5 ekor ayam menjadi 200 ekor ayam per hari dalam satu
outlet. “Sekarang, di Tebet Timur saja, sehari bisa menghabiskan 200
ekor,” ujarnya pada Kabari. Kini Ayam Bakar Mas Mono menghabiskan lebih
dari 1.000 ekor ayam dengan berat rata-rata 800 gram per ekor. Untuk
seporsi ayam bakar ditambah segelas minuman, Ayam Bakar Mas Mono
mematok harga berkisar Rp 12.500 – Rp 15.000.

Mono
mengatakan ketika orang ramai membicarakan flu burung, omzetnya sempat
turun hingga 50 persen. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Perlahan
orang mulai mengerti dan berani makan ayam. “Awalnya memang omzet turun
hingga 50 persen, tapi warung kembali ramai lagi, meski begitu saya
tetap bersyukur masih bisa berjualan hingga sekarang.” katanya lagi.

Selain
pelayanan yang cepat, untuk memikat pembeli, Ayam Bakar Mas Mono
memajang sederet potret artis terkenal yang pernah bersantap di
warungnya. Mas Mono memiliki trik tersendiri untuk membakar ayam dan
menghasilkan rasa yang khas. Yakni, ayamnya tidak dibakar sampai
kehitaman dan kering agar tidak terlihat legam. Selain itu, cara ini
juga untuk menghindarkan rasa pahit yang biasanya menyertai ayam bakar.
Mono mengaku, sebelum dibakar, daging ayam sebelumnya direbus
(diungkep) dengan mencampurkan air dan bumbu. Agar dagingnya empuk dan
bumbu meresap, pengungkepan dilakukan selama satu jam lebih dengan suhu
100 derajat celsius. “Karena itu tidak usah khawatir, kami bebas flu
burung.” ujarnya.

Disela-sela padatnya pengunjung yang
datang untuk makan, ada sapaan khas yang dilontarkan pelayan Ayam Bakar
Mas Mono, yaitu “Mono Silakan” plesetan dari campuran bahasa Indonesia
dan Jawa “Monggo Silahkan” yang berarti mempersilahkan.
Selain
menu ayam bakar, tersedia juga tahu, dan tempe bacem yang dibanderol Rp
2000 per buah. Tidak hanya itu Ayam bakar Mas Mono juga menerima
pemesanan nasi box dan tumpeng.

Sukses dalam
usahanya tidak membuat Bapak satu putri ini menjadi puas, bahkan ia
merasa patut membagi pengalamannya dan menularkan kesuksesannya itu
kepada pengusaha-pengusaha kecil lainnya. Mono berbagi pengalaman
usahanya sampai ke pelosok-pelosok bersama dengan HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia).

Nama : Agus Pramono
Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 28 Agustus 1974
Istri : Nunung
Anak : Novita Anung Pramono
Alamat : Jl. Tebet Raya No 57 Telp 021 8350847
Pekerjaan : Pemilik gerai makanan “Ayam Bakar Mas Mono”

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?32153

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket