Warga Indonesia
di kawasan Gulf Coast waspada menghadapi serangan badai musiman

Masyarakat Indonesia seputar New Orleans mulai kembali ke tempat
tinggalnya, setelah kota terbesar di Louisiana itu dibuka kembali sejak 4
September karena Badai Gustav. Tidak hanya di Louisiana saja. Seperti
kebanyakan penduduk Gulf Coast, wilayah pantai selatan AS, beberapa
warga Indonesia di Gulf Coast menyatakan kewaspadaan terhadap bahaya
badai musiman, seperti Hannah, Ike. 

Sekitar dua juta orang di Gulf Coast memang harus menjalani evakuasi
menjelang datangnya Badai Gustav di akhir Agustus lalu. Ada seratusan warga
Indonesia yang ikut mandatory evacuation, begitu ungkap Fitri Sudradjat,
Ketua IACA (Indonesian America Community Association) di  New Orleans dan
sekitarnya.

Seratusan warga Indonesia yang tinggal berpencar di sekitar New Orleans itu
mengungsi ke negara bagian lain yang lebih aman, seperti Texas, Tennesse,
Oklahoma, Georgia, North Carolina sampai New York. “Ada delapan pekerja
hotel orang Indonesia yang  kita tampung di sini,” ungkap Calderon
Dalimunthe, Konsul KJRI Houston yang berkomunikasi intens dengan IACA dalam
upaya evakuasi ini.

Badai musiman Gustav yang berpotensi kategori 4 ternyata menghantam daerah
Louisiana dan sekitarnya dengan kekuatan kategori 2. Tanggul di New Orleans
kali ini cukup kuat menahan hantaman Gustav. Pihak berwenang di Louisiana
mengabarkan ada 25 korban tewas akibat Gustav (1600 tewas akibat Katrina).
Tidak ada korban luka serius meskipun banyak pohon tumbang, listrik mati,
banjir dan jalanan porak poranda. Jelas ada kerusakan signifikan. Pihak
asuransi menaksir kerusakan berkisar 10 miliar dollar, dibanding kerusakan
Katrina sekitar 41 miliar dollar.

Meski tidak seganas Katrina, sebagian orang menganggap pemerintah sangat
berlebihan menghadapi Gustav. Dikuatirkan orang tidak menggubris terhadap
peringatan pemerintah untuk evakuasi di masa mendatang.

Ryan Vizier, bule New Orleans di San Francisco, mengungkapkan, “Meski
orangtua saya ikut evakuasi, tapi saya pikir pemerintah paranoid dan
overreacted
“. Ryan lahir dan besar di New Orleans. Sewaktu kecil, dia
justru senang di hari-hari sebelum hurricane. Sekolah pasti
libur. Karena listrik mati, keluarga dan tetangganya pada mengeluarkan apa saja
dari kulkas dan barbeque-an dulu. Begitu angin ribut datang, semuanya berlindung di tempat aman sampai
keadaan normal.

Tetapi toh pemerintah tidak mau ambil risiko seperti saat Katrina 2005. Ray
Nagins, Walikota New Orleans, memberlakukan mandatory evacuation dan
memperpendek kunjungannya di Konvensi Partai Republik di Minnesota. Memberi
kesan prihatin terhadap bencana Gustav kepada publik Amerika, Presiden Bush pun
memilih tidak hadir di Konvensi Republik dan cukup pidato dengan layar lebar
saja.

Michael Chertoff, Kepala Homeland Security, mengatakan, “Alasan
mengapa anda tidak menyaksikan cerita-cerita dramatis karena kita berhasil
dalam usaha evakuasi dan orang mengikuti perintah wajib mengungsi keluar kota
New Orleans”. Homeland Security merupakan departemen yang membawahi FEMA
(Federal Emergency Management Agency), organisasi yang sering dituding kisruh
menangangi badai Katrina.

Berlebihan atau tidaknya reaksi pemerintah, masyarakat Indonesia di kawasan
Gulf Coast umumnya mengikuti anjuran pihak berwenang untuk mengungsi demi
keselamatan diri sendiri dan keluarga.

“I am glad we evacuated, ” ujar Fitri Sudradjat yang selamat dari
Katrina tiga tahun lalu. “Mendingan aja pergi, kan gak ada listrik, bete
aja di rumah, ” tambahnya. Sebelum badai Gustav, perempuan asal Banten ini
terbang ke New York. Sesampainya di Metairie, 20 menit dari downtown New
Orleans, dia bersyukur tempat tinggalnya aman-aman saja. Menurut Fitri, hanya
satu keluarga Indonesia di Houma, Lousiana, yang atap rumahnya melayang karena
angin kencang Gustav.

Profesional di bidang pengujian makanan yang sudah tinggal di New Orleans
selama 10 tahun ini tidak berencana pindah. Dia rupanya sudah mafhum dengan
konskuensi tinggal di New Orleans yang ketinggiannya di bawah laut dan tergantung
dengan bendungan. “Siapkan dulu saja barang-barang berharga seperti
surat-surat dan foto-foto,” katanya lagi memberi tip.

Nikolaas Lineleyan, orang Indonesia yang sudah 20 tahun tinggal di Florida
punya komentar senada menghadapi berbagai ancaman hurricane di Gulf
Coast
. Pemilik Bali Cafe di downtown Miami ini enteng saja berkata,
“Kita biasa aja tuh dengan hurricane. Ikuti saja peringatan gencar hurricane dari
authority di radio atau tivi”. Menurut Niko, ada evakuasi wajib dan
sukarela. Biasanya, warga Indonesia di Florida mengungsi inland menjauh
dari target hurricane. “Yang punya surat biasanya ngungsi ke
sekolah. Yang gak ada surat pada nginap di hotel, ” katanya.

Musim badai di Gulf Coast memang belum berlalu. Waspada rupanya kata kunci buat selamat. Sesal kemudian tidak berguna. (peter)

Klik Disini untuk Baca Artikel ini di Majalah Kabari September 2008 ( E-Magazine ) 

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?31950

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Photobucket