Pria yang kini berusia 81
tahun ini masih terlihat tampan. Alisnya tebal, hidungnya mancung dan
dahinya lebar. Des Alwi Abu Bakar, demikian nama lengkap pria ini.

Kakek
dan orang tua Pak Des merupakan pengusaha mutiara di Banda Neira yang
cukup sukses. Jika saja ia tak berkenalan dengan Bung Hatta dan Bung
Sjahrir, mungkin ia akan menjadi pengusaha seperti Ayah dan Kakeknya.

Hari
itu sekitar tahun 1936, berlabuhlah sebuah kapal dari Papua. Kapal
tersebut menurunkan sekelompok orang yang tak lain adalah para tokoh
nasional Indonesia, yakni Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Cipto
Mangunkusumo dan Iwa Kusumasumantri. Sebagaimana layaknya anak kecil,
Pak Des yang saat itu berusia 8 tahun, bersama teman-temannya senang
sekaligus bertanya-tanya siapakah mereka. Akhirnya Pak Des dan
teman-temannya mengantarkan rombongan hingga ke rumah pengasingan
masing-masing.

Suatu hari Pak Des pernah diminta oleh
rombongan tersebut untuk mengantarkan mereka ke tempat berenang dan
bersantai. “Mereka juga senang melihat-lihat pemandangan di Banda
Neira, saya dan teman-teman hanya memperhatikan mereka sembari sesekali
diajak ngobrol.” tutur Pak Des.
Perkenalan itu kemudian berlanjut,
Pak Des jadi sering main ke rumah Bung Hatta dan Bung Sjahrir. Pak Des
memanggil mereka dengan sebutan Om. “Om Hatta orangnya serius, tekun
dan selalu rapi. Sementara Om Rir agak terbuka dan senang mendengarkan
musik.” kata Pak Des lagi.
Pak Des juga kerap dimintai tolong untuk
sekedar mengantar dan mengambil surat. Dari seringnya main ke rumah
Bung Hatta, Pak Des belakangan baru tahu bahwa orang-orang yang
diasingkan ke kampungnya itu adalah orang penting. “Saya diperbolehkan
melihat-lihat foto, dan membaca tulisan-tulisan Om Hatta” kata Pak Des.
Orang
tua Pak Des juga tidak keberatan jika anaknya kerap main ke rumah Bung
Hatta, karena mereka tahu Bung Hatta dan teman-temannya akan membawa
pengaruh baik buat Pak Des.
Yang diharapkan orang tua Pak Des memang
benar adanya. Sejak bergaul dengan tokoh-tokoh tersebut, Pak Des jadi
tahu banyak hal. Pak Des juga diajari Bahasa Inggris, Belanda dan
sedikit bahasa Perancis.
Keakraban Pak Des dengan tokoh-tokoh
nasional tersebut, khususnya dengan Bung Hatta secara tidak langsung
membentuk kepribadian Pak Des. “Berkali-kali Om Hatta mengingatkan saya
untuk menjadi orang yang jujur. Sementara Om Rir selalu bilang
janganlah jadi orang yang mudah menyerah.” kenang Pak Des sambil
menerawang.
Pak Des juga punya kenangan-kenangan tak terlupakan
dengan Bung Hatta, suatu ketika ia dan teman-temannya bermain bola tak
jauh dari kediaman Bung Hatta, karena menendang terlalu keras, bola
yang ditendang Pak Des memecahkan kaca jendela rumah Bung Hatta. Bung
Hatta lalu keluar dengan wajah marah. “Mana setan kecil itu!”
teriaknya.
Saat berusia 18 tahun, Pak Des diajak ke Pulau Jawa
oleh Bung Hatta. Begitu sampai di Pulau Jawa dimulailah babak heroik
kakek enam cucu ini. Ia memimpin pasukan mata-mata, semacam intelijen
untuk TNI. Ia juga menjadi saksi sejarah
berbagai peristiwa penting yang terjadi di negeri ini, termasuk perang
10 November di Surabaya, perang Ambarawa, serangan umum satu 1 Maret,
bahkan hingga proses pengalihan kekuasan dari Soekarno ke Soeharto.
Des
Alwi punya hobi memotret dan membuat film dokumenter, sehingga banyak
hasil karya yang mengandung sejarah penting lahir dari tangannya.
Ada satu peristiwa yang begitu ia sesalkan sampai sekarang. Ceritanya, pasca peristiwa PKI, ketika itu Soekarno yang sedang ‘diamankan’ oleh pemegang mandat Supersemar, Soeharto, dikabarkan tengah sakit keras.
Di
suatu kesempatan, Pak Des mendatangi tempat tersebut bermaksud
mengambil gambar Soekarno. Di sana ia bertemu Cokropranolo, orangnya
Soeharto yang bertugas ‘mengamankan’ Soekarno (menjadi Gubernur DKI 1977-1982),
“Hei Nolly, sebentar ini Beta mau ambil gambar Soekarno, bisa heh?”
kata Pak Des dengan logat Maluku. Cokropranolo menolaknya. Pak Des
meminta lagi dengan sedikit ‘sok akrab’ “Ayolah Nolly, macam tak kenal
Beta saja. Beberapa menit saja, Nolly..” tapi lagi-lagi Cokropranolo
menolak. Akhirnya Pak Des pulang tanpa membawa gambar sang proklamator.
Beberapa
bulan kemudian, tak dinyana ia bertemu Bung Karno saat sedang membesuk
seorang tokoh (nama tokoh lupa). “Saat itu saya bersalaman dengan
beliau, kondisinya memang sedang tak sehat, tapi beliau masih mengenali
saya. Yang saya sungguh sesalkan, saat itu saya tidak bawa
kamera..aduuhh kacau ini..sayang sekali. Itulah pertemuan terakhir saya
dengan Bung Karno hingga dia wafat” kata Pak Des mengenang.

Mengenai
kecintaannya pada dunia fotografi dan film, sampai saat ini Pak Des
masih menyimpan ratusan film seluloid 14 mm yang berisi berbagai
peristiwa penting di tanah air. Menurutnya, pita film seluloid
koleksinya itu mencapai 14 km jika diukur panjangnya. Termasuk satu
film langka yang mendokumentasikan detik-detik Soekarno ketika
‘dipaksa’ keluar dari Istana Negara. Saat itu Soekarno bercelana
panjang dan berbaju singlet saja. Tampak juga Soekarno tengah
membagi-bagikan dasi miliknya kepada para wartawan sebagai
kenangan-kenangan.
Namun sekarang, koleksi film-film Pak Des dalam
kondisi memprihatinkan. Di kantornya di daerah Tanah Tinggi, Senen,
film-film itu bergeletakan tak teratur. Ada beberapa yang sudah tampak
usang dan berdebu. “Saya sendiri bingung, bagaimana kalau saya
meninggal, siapa yang akan merawat dan menyimpan film-film ini?” Pak
Des mengaku membutuhkan bantuan pemerintah untuk perawatan film-film
ini. Ia mengatakan bahwa ia sedang mengajukan bantuan untuk proyek
pentransferan film-filmya dari seluloid menjadi DVD. (yayat)

Lahir :
Banda Neira,
Kepulauan Maluku.
17 November 1927

Pendidikan :
– Ivevo Kramat Batavia
(1941-19440
– Matriculation, Poly Technical School bagian Sound & Radio di Nederland pada Nederlandse Seintoeshellen Fabric (Phillips)
– Latihan Tropikal Frequency Menengah di PTT Bandung

Profesi :
– Produser Film
– Atase Kebudayaan RI di Bern, Swiss, Wina, Budapest dan Manila
– Ketua Delegasi Indonesia dalam Festival Film Karlovy Varri tahun 1954
– Pembina Pembuatan Film-film Dokumenter Kebudayaan
– Pembantu Sutradara
– Direktur Public dan International Relation Bouraq Airlines
– Ketua Yayasan 10 November 45

Saksikan videonya di sini..

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?31698

Klik disini untuk membaca artikel ini di Majalah Kabari Agustus 2008 ( Kabari E-Magazine )

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Photobucket