KabariNews – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa aturan tentang pendirian rumah ibadah tetap diperlukan. kalau pun akan direvisi, maka itu dalam kerangka penyempurnaan, bukan ditiadakan.

“Di tengah Indonesia yang religius dan majemuk, perlu aturan yang merupakan kesepakatan bersama tentang cara pendirian rumah ibadah. Sebab, jika tidak ada aturan, maka dikhawatirkan akan terjadi tindak anarkis karena tidak ada acuan kepala daerah atau pihak-pihak terkait mengenai izin rumah ibadah” kata Menag, seperti dikutip satkab.go.id (11/11)

Aturan terkait pendirian rumah ibadah tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat.

Menag menjelaskan, aturan yang ditetapkan pada 2006 lalu tersebut merupakan hasil kesepakatan para tokoh agama melalui wakilnya yang ada di majelis agama, diantaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja Gereja Indonesia, Perisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi). “Mereka telah melakukan serangkaian pertemuan yang akhirnya mencapai titik kompromi yang kemudian tertuang dalam PBM. Sesungguhnya isi dari rumusan itu adalah kesepakatan bersama antar wakil majelis” paparnya.

Terkait revisi, Lukman memastikan, pemerintah akan menangkap aspirasi yang berkembang. Sebab bagaimanapun juga peraturan untuk masyarakat sendiri demi menjaga ketertiban bersama, karenanya pemerintah wajib mendengar aspirasi rakyat. “Revisi RBM rumah ibadah untuk menyempurnakan, bukan dalam rangka meniadakan” tegasnya lagi.

RUU Perlindungan Umat

Menag mengatakan, saat ini pemerintah melalui Kementerian Agama saat ini tengah menyiapkan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Perlindungan Umat Beragama yang salah satu isinya terkait pendirian rumah ibadah tentang bagaimana sebaiknya aturan dituangkan. Pada poin ini, pemerintah akan menampung dan menyaring aspirasi dari semua pihak terkait aturan tersebut. Lebih lanjut Menag menjelaskan, persyaratan pendirian rumah ibadah tetap perlu diatur, sebab katanya konsep tempat ibadah dan rumah ibadah itu berbeda.

Kalau tempat ibadah, maka setiap umat bebas menjalankan ibadah, lanjut Menag. Berbeda dengan rumah ibadah yang terkait dengan tata kota, tata ruang, IMB dan lainnya dari sisi sosial. Karena jika konsepnya rumah ibadah, maka bangunan itu adalah bangunan khusus sebagai tempat akomodasi ritual keagamaan agama tertentu.

“Ruko tidak dalam pengertian rumah ibadah. Itu masuk kategori rumah ibadah sementara sesuai ketentuan PBM. Kalau sudah berbicara rumah ibadah maka dia sudah permanen, spesifik, memiliki syarat tertentu sebagaimana lazimnya rumah ibadah setiap agama” terangnya

“Rumah ibadah juga menjadi tempat penyelenggaraan ritual keagamaan yang tidak hanya diikuti satu dua orang, tapi mencapai ratusan orang” katanya menambahkan.

Karena alasan tersebut, lanjut Menag, langsung atau tidak langsung rumah ibadah akan terkait dengan persoalan sosial di lingkungan sekitarnya. “Itulah alasannya persetujuan dari warga supaya masyarakat punya kesiapan mental dan sosial bahwa di tempatnya akan dibangun rumah ibadah dengan segala konsekuensinya. Ini yang perlu ada aturan” pungkas Lukman.

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/81032

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

jason_yau_lie

 

 

 

 

kabari store pic 1