KabariNews – Wanita ini dikenal sebagai  penulis di kompasiana yang paling aktif. Dikenal pula sebagai arsitek yang memegang  gelar sebagai Kolektor Disney terbanyak / terlengkap dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sekaligus kolektor perangko. Namun siapa sangka, Christie Suharto berbeda dengan wanita kebanyakan.  Ya,  wanita berumur 45 tahun ini adalah seorang stroke survivor. “ Sampai sekarang ini saya masih terus dalam proses pemulihan” katanya suatu siang di kawasan Central Park beberapa waktu yang lalu.

Sakit stroke yang diderita, Christie mengingat menyerangnya waktu  berlibur di San Francisco, AS. “Saat itu pukul 3 dini hari, saya terbangun untuk pergi ke toilet. Ketika berdiri dari tempat tidur, kaki ini terasa sangat lemas sekali dan saya langsung terjatuh” katanya.  Christie lalu  memanggil ibunya dan  langsung membawanya ke rumah sakit.

Setelah sampai di rumah sakit dan diperiksa, dokter memvonis bahwa otak kiri Christie ternyata mengalami gangguan. Di dalam otak kirinya ada pembuluh darah yang lebih lunak, sehingga kalau tekanan darah naik (hipertensi), pembuluh darah itu bisa pecah. Otak kiri yang terkena adalah nomor 3,5, dan 7. Secara berurutan, masing-masing fungsinya adalah kesetimbangan, sensorik, dan motorik.

Mendapatkan dirinya divonis stroke, Christie lalu menjalani terapi pengobatan di Amerika Serikat selama 2 minggu, sebelum akhirnya dia dan keluarga kembali ke Indonesia. Christie merasakan hidup yang dijalaninya kini  semakin berat. Untuk jalan saja susah karena harus minta bantuan. Pun dengan tidur yang  tidak nyaman karena separuh tubuh tidak berfungsi.

Enam bulan Christie belajar untuk “hidup”. Dia  dulu tidak bisa minum karena kalau minum pasti akan keluar lagi sebab tenggokannya tertutup separuh.” Dan sampai sekarang masih tertutup, kalau makan daging, daging itu harus dicacah supaya dapat masuk tenggorokan” katanya.   Enam bulan lamanya, Christie  juga belajar makan dan minum dengan tangan kanan yang  tidak bisa digerakkan. Alhasil, hanya tangan kiri saja yang berfungsi normal. “Mau makan memasukkan makanan ke mulut susah sekali. Saya pakai celemek supaya tidak berantakan, dua  minggu di Amerika Serikat saya belajar untuk berkata kembali” katanya lirih.

Perlahan dia belajar satu demi kata, lalu belajar mengucapkan kalimat, dan kemudian dilanjutkan dengan belajar terapi menulis dengan tangan kiri. Kesemua hal itu tidaklah mudah. Terapinya pernah berkata,  1+1 berapa?, jawaban itu baginya sangat mudah, tetapi  saat mau menjawab tak sepotong jawaban keluar dari mulutnya. Christie  berpikir bagaimana dirinya bisa kerja. Jadilah Christie belajar dari awal seperti anak Sekolah Dasar dari mulai pertambahan, perkalian, pengurangan dan  terus berusaha keras supaya bisa.

Christie mengatakan,  sebenarnya syaraf itu berkembang setiap harinya, jadi harus sabar dan terus melakukan terapi. Dan jangan mengkondisikan diri untuk selalu merasa terpuruk karena otak tidak akan bisa berfungsi. Christie ingin merangsang syaraf otaknya dan salah satunya  dengan melakukan terapi menulis. “ Karena kalau terkena penyakit stroke ada syaraf-syarafnya yang tidak lagi bisa bekerja dengan normal. Itu akan mengecil jika kita diam dan terpuruk” kata Christie.

Kebetulan salah satu temannya ada yang mengajak dia  untuk terjun di dunia tulis menulis. Secara verbal mungkin Christie sulit berkata-kata melalui mulut, tetapi dengan menulis dirinya lebih mampu menuangkan isi pikiran.  “Dengan terapi menulis otak kita menjadi berkembang. Kalau saya terus terus sedih atau marah, itu akan membuat saya semakin terpuruk dan itu akan memacu stroke lagi. Jika saya merasa sedih, saya langsung duduk dan fokus di meja tempat kerja saya di rumah. Masa bodo dengan orang yang mengatakan seakan-akan saya tidak peduli dengan lingkungan. Karena  bukannya tidak perduli hanya saya takut lingkungan dapat menganggu pikiran saya. Saya tidak terbiasa dengan tempat keramaian sebab otak saya bukan seperti otak-otak yang lain yang masih sehat. “tutur Christie.

Lantas bagaimana dengan tanggapan kedua anaknya melihat ibunya tidak seperti dulu?  Christie berkata , begitu sudah bisa berbicara kembali, dia menanyakan ke  kedua anaknya. “Apakah kamu sedih melihat ibu  seperti ini? dan mereka menjawab tidak! , kenapa harus malu.” tegasnya.  Christie berpikir mungkin bisa dipahami pendapatnya, karena tidak membawa ke lingkungan anaknya.   Nah, suatu ketika saat Christie mengantarkan kedua putra putrinya ke sekolah. Mereka tidak malu dan dengan bangga malah mengatakan kepada  gurunya, bahwa ibu  mereka cacat. “Disini hati saya saya meresa tersentuh, anak-anak begitu peduli sama keadaan saya” kata dia.

Pernah juga Christie pada suatu kesempatan menanyakan kenapa salah satu anaknya kenapa tidak bermain dengan teman-teman. Mereka berkata, tidak ingin sama mama saja. Dia  bercerita anak pertama sudah disiapkan dana untuk kuliah di AS.   “Itu memang keinginannya dari dulu, tetapi anak saya bertanya nanti kalau saya kuliah di AS, mama dengan siapa?”kata Christie. Kontan, hatinya  terenyuh, dengan seiring  berjalannya waktu dan usia, anaknya seperti mengerti dengan kondisi dari ibunya tercinta.

Christie dengan keadaan dan  kesehatan yang tidak memadai ia tetap bekerja di salah satu perusahaan properti terkemuka di Indonesia. Christie pun kerap menjadi pembicara ke sana ke mari. Tak tangung-tangung, bahkan dia menghasilkan beberapa buku berjudul “Ketika Tuhan Mengizinkan Aku Sakit, Bapak Mengganti Tangan dan Kakiku yang Lumpuh, Bukan Ortu Gaptek dan Autobiografi Ir. Suharto Prodjowijono. Luar biasa!(1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/75831

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

asuransi-Kesehatan

 

 

 

 

kabari store pic 1